Jumat, 22 September 2017

A.M. Diary - Kania Side




Sial!! Rencanaku gagal semua. Harusnya tidak seperti ini! Harusnya aku tidak bekerja sama dengan si Donny sialan itu! Memang laki-laki bodoh. Sudah kuperintahkan untuk membatalkan dan membuat ulang rencana.

Dia malah tidak mendengarkanku dan tetap melanjutkan rencana. Lihat akibatnya! Donny dipenjara, susah payah aku menyuap hakim, menyewa pengacara bagus, dan voila! Hasilnya Donny hanya dipenjara dua bulan dan ganti rugi. Lebih ringan daripada hukuman sebelumnya yaitu enam bulan penjara dan ganti rugi. Tapi tentu saja, setelah bebas, akan kuberi dia tagihan atas semua uangku yang keluar untuknya.

Sekarang aku harus membuat ulang semua rencana sendirian, setidaknya untuk dua bulan kedepan. Donny tetap akan jadi bonekaku. Dia mudah diperdaya. Sedangkan aku, akulah dalangnya, akulah penulis ceritanya. Dan akulah pengendali dari semuanya.

Meski kuakui, rencanaku tidak gagal-gagal amat. Aku tahu Alex sedang ke Singapur lagi, check up rutinnya. Dan selama dia di Singapur, aku bisa dengan bebas melakukan apapun dengan Maureen. Tapi karena aku kehabisan boneka untuk kali ini, mungkin kali ini aku akan mengotori tanganku sendiri. Menyusahkan memang jika punya boneka bodoh.

Kira-kira, apa ya hal bagus yang akan kulakukan pada Maureen? Menculiknya? Lalu mengancamnya untuk menjauhi Alex? Ya, aku tahu kalau dua hari sebelum Alex ke Singapur, mereka berpelukan. Tentu aku tahu, apa hal yang tidak aku tahu? Hahaha..

Tentu saja aku ingin membunuh Maureen, tapi akan kubuat seolah kecelakaan. Namun aku belum menemukan caranya agar tampak seperti kecelakaan. Aku harus berpikir  lebih keras untuk kali ini.

"Mikirin apa, Kan?" tanya seseorang tiba". Kutolehkan kepalaku ke arahnya,  aku terkaget-kaget melihat seseorang yang kini tepat berada di depan wajahku. Kresna!

"Kresna! Gila lu ngagetin gua aja, mau apa?" tanyaku to the point sambil mendorong wajahnya jauh-jauh. Ya, dialah informanku selama ini.

"Ya mau ketemu sama lu, dong," jawabnya sambil membetulkan tatanan rambutnya yang rusak gara-gara aku mendorong kepalanya tadi.

"Ya, kan gua gatau mau lu apa, terus buat apa ketemu gua?" tanyaku ketus. Aku sibuk dengan handphone-ku. Aku masih punya banyak urusan lain. Pertama urusan perusahaan ayahku. Kedua urusan mengenai Maureen.

"Gimana rencana lu sama si Donny itu? Lancar?" tanyanya lagi.

"Lancar dari mana?! Gagal total! Donny bodoh! Dia merusak segala rencana yang sudah gua atur dari awal sampai akhir!" jawabku dengan meledak-ledak. Aku masih kesal karena perbuatan bodoh Donny. Ok kalau dia tidak membaca pesanku ataupun tidak menjawab teleponku, itu bukan salahnya. Tapi dia membaca pesanku tapi tidak menghiraukan teleponku! Dia merusak rencanaku yang sudah kususun dengan sangat rapi, bak domino yang jika disenggol ujungnya, maka pasti terjatuh terus sampai akhir.

Kecuali. Ya, kecuali jika di tengah-tengah, ada yang menghentikannya. Dan orang itu adalah boneka-ku sendiri.

"Oiyah? Padahal informasi dari gua berharga banget loh. Gua nyarinya capek-capek buat lu," jawabnya dengan nada yang menyebalkan.

"Kresna, stop nada manja lu deh. Gua geleh dengernya," responku tanpa sedikitpun menolehkan kepalaku ke arahnya.

"Hehehe, kenapa Kan? Nggak suka?" tanyanya sambil mendekatkan wajahnya kepadaku. Segera tanganku menghentikannya.

"Stop Kresna! Gua udah pernah nolak lu kan? Apa segitu nggak bikin lu nyadar kalau gua sukanya cuma sama Alex? Jangan kejer-kejer gua lagi deh," jawabku dengan kesal. Aku langsung membereskan barang dan memasukkan semuanya ke dalam tasku. Lalu aku melenggang pergi, meninggalkan Kresna di sana.

"Huft, menyebalkan sekali," gerutuku sambil terus berjalan. Aku seketika menghentikan langkahku saat aku mendengar berita televisi di lobby kampus. Apa?! Kecelakaan pesawat Jakarta-Singapur? Bukankah Alex ke Singapur kemarin? Aku baru mendengar beritanya. Tak peduli dengan suara keramaian, telingaku hanya fokus dengan suara siaran berita televisi.

Aku bahkan berdiri tak bergerak sedikitpun. Menunggu ditampilkannya daftar penumpang pesawat yang kecelakaan itu. Mataku meneliti setiap nama yang ditampilkan di layar televisi. Dan nama Alex ada di urutan awal! Oh Tuhan! Bagaimana ini?

Seketika aku panik, yang aku pikirkan hanyalah terbang ke Singapur secepatnya karena kecelakaan terjadi saat pesawat sudah di Singapur.

"Ada apa, Kan?" tanya Kresna yang ternyata membuntutiku.

"Alex! Alex kecelakaan, Na! Gua harus ke Singapur sekarang! Lu bisa urus tiketnya nggak? Beli online atau gimanapun terserah, ambil penerbangan paling cepat. Berapapun harga tiketnya, gua ganti," ucapku meminta tolong padanya.

"Siap, sini hp lu. Gua pesennya dari hp lu aja biar gampang." Langsung kuserahkan handphone-ku, lalu aku bergegas ke parkiran kampus.
"Lu ikut gua dulu, pake mobil gua. Gua mau buru-buru balik, beres-beres buat pergi," perintahku pada Kresna. Kresna pun mengikutiku di belakang sambil terus berurusan dengan handphone-ku.

Tin tin! Alarm mobilku berbunyi saat kutekan kunci mobil rangkap remote control untuk mobilku. Aku membuka pintu mobilku dan langsung masuk. Kutunggu beberapa saat sampai Kresna masuk dan memasang seat beltnya. Kulajukan mobilku secepat yang aku bisa ke rumahku.

"Nih, Kan! Gua udah dapet tiket buat lu, berangkatnya besok jam 2 siang," ujar Kresna memecah konsentrasiku. Karena kaget dan pikiranku sebelumnya hanya terisi oleh Alex, aku hampir menabrak pengendara motor di sebelahku.

"Kalau ngasih tau jangan bikin kaget dong! Tapi makasih," gerutuku. Kulihat Kresna hanya tertawa geli karena pengendara motor yang hampir kutabrak adalah ibu-ibu bawel. Terpaksa aku minta maaf dan hanya mengiyakan segala omelannya.

DIIIIIINNN! Seketika kuinjak rem kuat-kuat sampai terdengar suara yang memekikan telingaku. Aku kaget karena ternyata aku hampir menerobos lampu merah. Aku langsung menekan klakson mobilku kuat-kuat, membalas klakson orang gila tadi. Sabar saja kenapa sih? Toh aku tidak akan mencelakai diri sendiri.

Kresna hanya diam melihat tingkahku yang kesal karena diklakson orang lain. Dia sudah mengenalku sejak lama. Dia juga tahu kalau aku menyukai dan hanya mencintai Alex, bodohnya dia masih saja mengejarku.

•••

Malam ini, aku sudah tiba di Singapura. Sialnya, pesawatku delay sangat lama. Begitu sampai, aku segera berlari ke stasiun kereta cepat. Untunglah masih sempat. Aku tidak ingin membuang banyak waktuku. Aku hanya ingin melihat Alex secepat yang kubisa.

Turun di stasiun yang paling dekat dengan rumah sakit tempat Alex dirawat, aku beralih ke taksi untuk mengantarku. Tak peduli dengan seberapapun beratnya koper yang kubawa, tak peduli dengan tubuhku yang agak jet lag. Aku hanya ingin melihat Alex.

"Excuse me, I am looking for Alexander Rafael Landibrata, victim of airplane accident. Where is his room?" tanyaku pada suster di bagian resepsionis.

"Wait a minute, Miss. Sir Alex, 304 room, third floor," jawab suster itu.
"Thank you, thank you so much," jawabku dan berlari menuju lift. Beberapa kali aku menabrak suster, juga dokter yang berseliweran ke sana kemari dengan seragam kebangsaan mereka.

Begitu tiba di depan kamarnya Alex, aku terdiam sejenak karena ada dokter dan suster yang sedang memeriksanya. Dugaanku, Alex belum sadar dari tidurnya. Begitu suster dan dokternya keluar, aku segera masuk melihat Alex.

Oh Tuhan! Aku hampir muntah si tempat melihat Alex. Yang benar saja! Semuanya hampir ditutupi bekas luka bakar! Menjijikan! Melihat tubuhnya agak hangus, juga beberapa kulitnya mengelupas. Wajahnya pun banyak luka. Mungkin karena luka ledakan di pesawatnya. Aku tahu karena aku membaca semua berita tentang kecelakaan pesawat yang Alex tumpangi selama pesawatku delay.

Segala perasaanku yang berkecamuk sebelum melihat Alex kini hilang. Benar-benar hilang. Seperti uap yang sangat panas, namun sangat cepat pula menghilangnya. Tergantikan oleh perasaan, aku sendiri tak tahu perasaan ini. Puas? Lega? Beruntung? Namun yang pasti, aku tak lagi merasa cemas. Ya, aku ini memang beruntung bukan?

"Lex, untung lu belum jadi milik gua ya?" ucapku sambil mengelus perlahan tangan Alex yang juga terkena luka bakar. Namun, aku seperti bertanya sebuah pertanyaan retoris, pada sebuah patung. Takkan pernah ada jawabannya.

"Tau nggak kenapa?" tanyaku lagi. Alex masih diam membisu, matanya tertutup rapat, seolah enggan membuka, meski hanya untuk melihatku. Seulas seringai terpatri di bibirku.

"Karena lu udah menjijikan sekarang, Lex. Dan gua, ogah pacaran sama cowok jelek kayak lu," ucapku lagi. Kini sambil mengelus perlahan pipinya yang terdapat bekas luka.

"Tau satu hal lagi, Lex?" Lagi-lagi hanyalah keheningan yang menjawab pertanyaanku. "Meskipun gua udah nggak akan ngejer lu lagi.. Tapi gua bakal tetep ngehancurin Maureen. No mercy, Lex. No mercy for her."

~

Ps : tenang, nanti bakal ada lagi kok :))
Tetep setia baca Kania Side from A.M. Diary yaaa <3

2 komentar: