Hari ini, sepertinya akan jadi hari yang bagus buatku. Aku bangun tepat waktu, Alex menjemputku untuk pergi ke kampus bareng, dan sarapanku hari ini enak. Awal yang sempurna, bukan? Dan yang terpenting, hari ini adalah hari di mana Alex dan Maureen sudah sebulan putus.
Tiinnn tiiinn! Alex menekan klakson dengan tidak sabar. Yaa, kuakui Alex memang tidak suka kalau aku terlambat, tapi aku selalu memakluminya. Aku segera bergegas keluar rumah, mengunci pintu.
"Lama banget deh, Kan," gerutu Alex sambil memberikan helm padaku.
"Hehe, maaf maaf," jawabku singkat, lalu duduk di belakang Alex. Segera Alex memacu motornya dengan cepat, karena ia ada kelas pagi. Sungguh, aku menikmati setiap hariku bersama Alex. Dan, aku tak mau ada yang merusaknya.
•••
"Ya, kelas hari ini selesai. Jangan lupa paper yang saya minta, besok dikumpulkan. Selamat siang," ucap dosenku setelah mata kuliah hari ini berakhir. Huft, jujur sedari tadi aku tidak mengerti apa yang pak tua itu jelaskan. Ia seperti menjelaskan untuk dirinya sendiri, lalu meminta kami mengerjakan tugas seabrek. Kalau saja ini bukan mata kuliah penting, aku pasti tidak akan masuk kuliah hari ini!
Namun segala keluhanku hilang saat melihat Alex berjalan melewati kelasku. Senyumku spontan mengembang, aku langsung membereskan tasku. Lalu keluar kelas, menyusul Alex.
Aku agak celingak-celinguk mencari Alex. Aneh, rasanya tak sampai semenit yang lalu ia lewat, sekarang sudah hilang saja. Tampak dari kejauhan, aku melihat Maureen sedang tertawa dengan Aldi. (Ya, kutahu dia Aldi, cowok terkenal di kampus). Seulas senyum simpul tercetak di wajahku. Baru saja sebulan, kamu sudah melupakan Alex ya, Rin? Baguslah, kalau begitu Alex untukku saja.
Aku menengok ke kanan, ke arah taman kampus. Itu adalah tempat favorit Alex, di bawah pohon besar yang kuyakin sudah berpuluh-puluh tahun tumbuh di sana. Dan, Bingo! Tebakanku benar. Alex berada di sana. Tampaknya ia sedang menulis sesuatu, tapi entah apa. Aku bergegas mendekati Alex. Melalukan kebiasaanku, mengajaknya makan siang. Dan tentu saja, Alex selalu mengiyakan permintaanku.
"DORRR!" teriakku dari belakang Alex. Sontak Alex kaget dengan teriakanku dan buku-bukunya jatuh berserakan di taman. Tak peduli dengan siapa yang mengagetkannya, Alex langsung membungkuk. Ia mencari-cari satu sesuatu. Aku kaget melihat respon Alex, bukannya langsung berbalik atau apapun itu. Ia malah mencari-cari sesuatu di antara buku-buku yang sekarang berserakan di tanah. Aku hanya memandang Alex bingung. Apa yang dia cari?
Aku melihat buku notes bersampul biru muda. Karena penasaran, spontan aku ikut membungkuk dan mengambil buku itu. Alex tiba-tiba menoleh ke arahku, tanpa kusangka, Alex langsung merebut buku itu dari tanganku, tanpa aku sempat membukanya sama sekali. Bahkan melihat sampul depannya pun tidak karena buku itu terjatuh dalam posisi terbalik. Buku itu terlepas dari tanganku dengan mudahnya. Ya, artinya Alex menarik buku itu dengan segenap kekuatannya. Bahkan aku tersentak saat Alex merebut buku itu.
Alex langsung menepuk-nepuk buku itu, ia membersihkan kotoran yang menempel di sampulnya. Setelah memastikan buku itu baik-baik saja, ia baru membereskan buku-buku lain yang berserakan.
"Mau makan siang, Kan?" tanya Alex mengagetkanku karena aku masih mencerna apa yang barusan terjadi.
"Eh, oh.. Iya ayo ke kantin, Lex," jawabku tergagap lalu mengikuti Alex yang sudah lebih dulu berjalan ke kantin. Buku apa ya itu? Pasti berharga banget kan buat Alex?
•••
"Rin, gw ke wc bentar ya. Nitip barang dong," pinta Alex setelah ia menghabiskan nasi goreng sosis, menu favoritnya yang hampir selalu ia beli di kantin.
"Rin?" tanyaku spontan.
"Eh, maksud gw Kania. Nitip bentar ya, gua kebelet nih," pinta Alex lagi. Lalu pergi meninggalkanku setelah aku mengangguk tanda menyetujui permintaannya.
Buku apa yah tadi? Tiba-tiba pertanyaan itu terbersit dalam pikiranku. Aku langsung menengok ke kanan-kiri. Mengecek keadaan. Aku beranjak dari kursiku, lalu mencari lagi buku tadi. Sampul biru, sampul biru, sampul biru, gumamku berulang-ulang sambil terus mencari.
Itu dia! Ketemu! Segera aku kembali ke tempat dudukku, dan melihat sampulnya.
"This book is belong to : Maureen and Alex"? Apa maksudnya ini?" tanyaku pada diri sendiri.
"Ps : i still love you, Maureen"? Ini tulisan Alex kan?" tanyaku pada diri sendiri. Lagi.
Semuanya tidak masuk akal. Alex sudah tidak mencintai Maureen. Buku ini bohong! Batinku sambil terus membaca lembar demi lembar dari buku itu. Setengah buku pertama, semuanya tulisan tangan Maureen. Tapi setengah buku selanjutnya, semuanya tulisan tangan Alex.
Ini semua bohong kan?! Semuanya berisi curhatan Alex selama sebulan, meskipun ia menulisnya loncat-loncat. Jadi, buku ini yang waktu itu Maureen berikan pada Alex sebulan yang lalu? Kupikir, buku ini sudah dibuang Alex. Bodohnya aku, harusnya aku menyadari kalau dari dulu Alex masih mencintai Maureen. Harusnya aku sadar mengapa pohon itu jadi tempat favoritnya. Harusnya aku menyadarinya dari awal.
Tiba-tiba rasanya hatiku tersayat. Gerakan mataku terhenti pada satu halaman. Donny? Siapa dia? Alex membencinya? Siapa antek-antek Alex?
Hmmm.. Donny ya? Kurasa ia akan jadi temanku, batinku dalam hati. Seulas senyum tersirat di bibirku.
Belum sempat aku membaca halaman selanjutnya, seseorang menarik buku itu dariku. Aku langsung terlonjak dan berusaha mengambil kembali buku itu. Aku mendongak untuk melihat wajahnya. Alex?!
"Kita udah temenan lama emang, lu selalu ngebantuin hari-hari gw tanpa Maureen. Tapi bukan berarti lu bisa liat privasi gw," ucap Alex dingin setelah ia berhasil merebut buku itu dariku.
"Maaf, Lex. Gw nggak maksud apa-apa, kok," responku penuh sesal.
"Ah udahlah. Untung ini cuman lu, Kan. Gw balik ke kelas dulu," ucap Alex lagi, lalu membereskan barang-barangnya dan pergi menjauh. Aku menatap punggung Alex yang semakin menjauh dari pandanganku. Kamu memang penuh misteri ya, Lex? ucapku dalam hati, lalu merogoh handphoneku yang kusimpan di saku.
Tuuuttt.. Tuuuuttt.. Klik.
"Halo? Hei, ini gw. Gw butuh kontak Donny.09 Sms ke gw nomor teleponnya... Oke thanks ya," ucapku dengan seseorang di telepon.
Ya, rencanaku harus berhasil.
Tling! Tling! Handphoneku berdering tanda sms masuk. Segera kubuka sms dari kawan setiaku. Lalu menelepon nomor yang tercantum di sms itu.
"Ayolah, cepat angkat, Don," ucapku sambil mondar-mandir di dekat lobi kampus.
"Halo, ini siapa?" terdengar suara Donny dari handphoneku.
"Hai, Don. Gw Kania. Lu suka sama Maureen, kan?" tanyaku dengan nada provokatif.
"Siapa lu? Gw aja ga kenal, to the point aja deh, mau lu apa?" tanya Donny kini dengan nada kesal.
"Hahaha, gausah gitu sama gw. Okey gw to the point. Lu mau Maureen kan? Gw mau Alex. Dan gw rasa, kita akan jadi teman baik," jawabku.
"Hmm, oke. Kapan kita ketemu?"
Seulas senyum kemenangan tercetak di wajahku. I got you!
"Besok? Lu ada waktu?"
"Oke besok. Jam 1 aja di lobi kampus," jawab Donny.
"Oke, see you tomorrow, friend," jawabku lalu mematikan sambungan telepon.
You're mine, Alex.
Recommended For You
Selasa, 05 September 2017
A.M. Diary - Kania's story (part 1)
by
Bella Regina
You May Also Like: AM Diary,
story
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
👍👍
BalasHapusLanjut lanjutt ����
BalasHapus