"Hai, Sell!" sapa Alika setibanya di sekolah.
"Oh, hai Ka. Gimana? Nino bisa ikutan jalan-jalan Rabu besok?" tanya Sella.
"Yep, kemarin aku telepon buat ngajak Nino. Dan dia bisa kok. Nanti kita berangkat bareng dari sekolah atau ketemuan di mall aja?" jawab Alika dan bertanya balik.
"Hmm, bareng-bareng aja deh dari sekolahnya. Biar nggak kepencar," jawab Sella sambil menaiki tangga.
"Okay Sell. Aku nggak sabar nunggu hari Rabu, hehe. Bye Sell." Alika berbelok menuju kelasnya yang tidak jauh dari kelas Hans.
Dari sela-sela pintu yang terbuka, Alika dapat melihat jelas wajah Hans yang sedang tertawa dengan teman-temannya. Alika ikut tersenyum melihatnya. Ia suka melihat senyum Hans.
"Ah, rasanya makin nggak sabar nunggu hari Rabu nanti," ucap Alika pada diri sendiri dengan senyum lebar mengembang di wajahnya. Senyum Alika makin melebar saat meliht Nino di depan kelas.
Nino memang sahabatnya sejak lama. Alika langsung bergegas menghampiri Nino, memastikan rencana mereka Rabu nanti.
"Nino! Eh Nino!" sapa Alika agak berteriak karena situasi ramai pagi ini di sekolahnya.
"Eh, hai Ka. Kenapa nih?" sapa Nino dengan senyum yang selalu menghiasi wajah Nino. Ya, senyum yang sama yang membuat Sella menyukai sahabat Alika ini.
"Cuman mau mastiin aja buat Rabu nanti, fix bisa kan, No?" tanya Alika dengan penuh antusias.
"Ah, nggak jadi ah. Nino capek, mau tidur aja besok mah," jawab Nino sambil memasang wajah lelah.
"Ihhh, Nino yang bener?! Nanti aku gimana? Gajadi dong ketemu sama Hansnyaa?! Susah tau bikin jadwal ketemu sama Hans," respon Alika gusar. Tentu saja akan jadi sangat gawat kalau Nino tidak jadi datang. Bisa-bisa rencana untuk pdkt dengan Hans ikutan gagal.
"Hahahhaha, bercanda kok Alika. Tenang aja, Rabu Nino bisa kok. Santai aja," jawab Nino akhirnya. Alika menghembuskan napas lega. Kalau sampai yang kali ini batal, Alika tidak tahu apakah akan datang kesempatan kedua. Sebagai balasan atas kejahilan Nino, Alika menghadiahkan Nino pukulan bertubi-tubi.
"Aw!! Sakit Ka, sakit ih!" erang Nino karena Alika memukulnya dengan gemas plus tenaga.
"Habisnya Nino ngeselin, nanti kalau gagal gimana?!" jawab Alika dengan masih memukul Nino, namun kali ini lebih pelan.
"Iya Ka. Lagian gw kan ga jahat sampe segitunya. Gw pasti bantuin lu juga buat deket sama Hans kok," ujar Nino menenangkan Alika sekaligus menahan pukulan Alika selanjutnya.
"Huft, okedeh Nino. Rabu aku nebeng ya, heheh," pinta Alika sambil menyunggingkan senyumnya.
"Iyah, kalem aja. Udah biasa Nino mah."
"Siap deh Nino," sahut Alika dengan semangat sambil mengacungkan ibu jarinya.
Nino ikut tertawa melihat tingkah Alika. Alika tertawa karena menurutnya tawa Nino lucu dan khas.
Tanpa sadar, ada sepasang mata yang memperhatikan mereka berdua.
•••
Saking semangatnya Alika hari ini, ia sampai-sampai sudah menyelesaikan tugas kimia yang harusnya untuk minggu depan. Mumpung moodnya sangat bagus, pikirnya.
Dan, hari yang dinanti-nantinya sudah tiba! Alika sangat bersemangat. Ia bahkan memilah-milah baju untuk pergi ke mall hari ini. Alika memilih baju terbagus yang ia miliki untuk hari ini.
Saking semangatnya Alika menunggu bel tanda pulang sekolah berbunyi, Alika hari ini seperti cacing kepanasan. Dan yang paling menyadarinya tentu saja Nino.
"Ka, kenapa sih lu hari ini? Semangat banget kayaknya, sampe kayak cacing kepanasan gitu," komentar Nino gemas melihat Alika hari ini. Kalau saja menyiramkan air agar si cacing kepanasan sebelahnya ini bisa membuat Alika menjadi lebih kalem, tentu Nino sudah melakukannya sedari tadi.
"Hehe, maaf ya Nino, habisnya aku semangat banget hari ini," jawab Alika masih dengan wajah berseri-seri.
"Yaudah deh, tapi jangan hiperaktif dulu, Nino daritadi sakit otak liat Alika kayak gitu," jawab Nino lagi sambil mendengarkan penjelasan tentang sel tumbuhan.
"Oke deh, siap Nino," sahut Alika patuh. Memang Alika kangsung diam, tapi tangannya tidak. Alika beralih memilih menggambar doodle di buku catatan biologinya.
Akhirnya, seluruh pelajaran hari itu selesai. Alika langsung ngacir ke toilet untuk ganti baju. Sebelum Alika prgi ke toilet, Nino mencegatnya.
"Nino tungguim di parkiran ya. Jangan lama ya, Ka," ujar Nino.
"Siap Bos," jawab Alika sambil mengacungkan jempolnya. Lalu kembali ngacir ke toilet. Alika dan Sella sudah janjian untuk bertemu di kantin setelah pulang sekolah, baru pergi bersama ke mall. Alika bercermin sebentar, sekadar merapikan rambutnya yang agak acak-acakan karena diacak-acak oleh Nino.
Sayup-sayup, Alika mendengar suara Hans. Ya benar, itu suara Hans! Naru saja Alika ingin keluar dan menyapa Hans, tiba-tiba ia mendengar suara lain. Suara perempuan. Alika mempertajam pendengarannya, karena suara perempuan iyu kecil sekali. Tiba-tiba, mata Alika terbelalak. Ia kenal suara itu.
Suara Sella. Tapi Alika tidak yakin, Alika langsung mengintip sedikit. Benar. Itu suara Sella. Tak lama kemudian, Alika mendengar suara mereka berdua. Sella dan Hans tertawa bersama. Tiba-tiba saja, Alika merasakan panas di hatinya. Tawa Sella dan Hans terdengar berbeda, bukan tawa seperti teman biasa. Tawa ini tidak biasa, tawa seperti teman yang sudah sangat akrab?
Alika langsung bersandar pada tembok. Ia langsung merasa lemas.
"Ah, nggak boleh negatif thinking. Pasti Sella memang dekat karena ingin membantuku dekat juga dengan Hans," ucap Alika pada diri sendiri. Sekadar mendinginkan hatinya yang masih panas. Setelah Alika mendengar langkah kaki menjauh, Alika keluar dari toilet. Menghampiri Nino.
"Nino, kita tungguin Hans sama Sella sebentar ya," ujar Alika saat menemukan Nino di tempat parkir. Nino menganggukan kepalanya lalu kembali fokus pada game yang dimainkannya.
"Hai, Ka!" tiba-tiba terdengar suara Sella menyapanya. Alika menoleh. Ia menemukan Hans dan Sella berjalan mendekati mereka berdua.
"Hai, Sell. Jadi perginya gimana nih? Aku sama siapa?" tanya Alika penuh harap. Ia sangat berharap bisa dibonceng Hans. Sekali saja.
"Nino sama Sella aja, Alika sama Hans perginya," usul Nino tiba-tiba. Alika menoleh bingung ke arah Nino, Nino langsung mengedipkan sebelah matanya. Alika paham maksud Nino, dan tanpa disangka, Hans pun menyetujui usul Nino. Ini akan jadi hari terbaik dalam hidupku, batin Alika dalam hati dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
Selama perjalanan ke mall, Alika sangat gugup. Apalagi ia dibonceng Hans, ia dibonceng Hans! Saking gugupnya, sampai-sampai saat Hans memanggilnya Alika tidak mendengarnya.
"Ka," panggil Hans. Alika tetap tidak menyahut. "Ehm, Kaa?" panggil Hans sekali lagi.
"Eh, iya, kenapa Hans?" sahut Alika akhirnya.
"Haha, nggak.. Tadinya gue kira lu tidur gitu."
"Oh, nggak kok. Hehe," sahut Alika gugup. Pipinya sedikit memerah.
"Oh, hahaha.. Gausah canggung gitu sama gue, Ka. Kalem aja."
"Okeydeh, Hans."
Pembicaraan canggung mereka terus berlanjut selama perjalanan. Alika tidak menyangka tentu saja. Ia tidak menyangka kalau ngobrol dengan Hans akan semenyenangkan ini.
•••
Sella agak sebal sekaligus senang dengan usul Nino. Ia sebal karena dengan begitu, tentu Alika akan mengobrol dengan Hans, padahal pembicaraan seru mereka berdua masih menggantung. Tapi Sella juga senang karena bisa dibonceng Nino. Kesempatan sekali seumur hidupnya.
Sella memilih untuk menikmati hari ini, dan melupakan hal yang membuatnya sebal. Ia cukup senamg mengobrol dengan Nino. Memang benar Nino punya kharisma untuk disukai semua orang. Nino memang orang yang menyenangkan. Hanya saja, Sella merasa Nino tidak terlalu senang dengannya. Sedari tadi, hanya Sella yang berusaha mencari topik untuk mengobrol. Nino hanya menyahutinya.
"Ehm, Nino. Menurut kamu, Alika orangnya kayak apa?" tanya Sella membuka pembicaraan.
"Alika orangnya baik, haha.. Baik banget malah ke Nino mah," jawab Nino dengan tatapan mata fokus ke jalanan yang mereka lalui.
"Ouwh, begitu ya," respon Sella sambil menoleh ke kanan. Alika dan Hans tampak sedang tertawa bersama. Bahkan Hans menoleh ke belakang. Melihatnya, Sella langsung merasa sebal lagi.
"Kenapa, Sell?" tanya Nino menyadari perubahan ekspresi wajah Sella.
"Oh, nggak kok. Gapapa kok, Nino," jawab Sella dengan mata masih memperhatikan Alika dan Hans.
"Oh, yaudah deh. Eh, Sell. Udah mau nyampe nih," ujar Nino sambil membelokkan motornya ke arah parkir masuk. Setelah mengambil karcis dan menitipkan helm, mereka segera menyusul Alika dan Hans ke dalam mall.
•••
"Wah, udah mau sampe nih," celetuk Alika saat melihat akrilik warna-warni bertuliskan festival city link.
"Oh iyah. Ka, nanti tolong ambilin karcisnya ya," pinta Hans.
"Siap Hans," jawab Alika senang. Ini akan menjadi hari yang menyenangkan.
Seusai memarkirkan motor, Alika dan Hans masuk ke dalam mall. Sekalian menunggu Nino dan Sella yang tertinggal di belakang karena macet.
"Ka, laper sama haus nih gue, jajan bentar yah," ujar Hans sambil berjalan.
"Oh iya, sekalian beli snack aja kalau gitu, kan nanti kita mau nonton," usul Alika sambil menyusul Hans.
"Oh iya bener juga. Ayo kalau gitu."
Alika benar-benar menikmati waktunya bersama Hans. Rasanya seperti kencan. Yaa, meski Alika tahu bahwa ini bukan kencan, tapi Alika tetap sangat senang dan menikmatinya. Tak lama, handphone Alika berdering, tanda telepon masuk. Alika cepat-cepat mengangkatnya.
"Halo."
"Ka, lu di mana? Gue sama Sella udah nyampe nih," ujar Nino melalui panggilan telepon.
"Aku sama Hans di supermarket lantai bawah nih, beli snack buat nonton nanti. Kalian ke bioskop duluan aja, sekalian beli tiket," jawab Alika sambil menunggu di kasir. Hans hanya memandangnya sebentar, lalu mengeluarkan dompet dan membayar belanjaan mereka.
Alika baru saja hendak mengeluarkan uang untuk udunan membayar belanjaan dengan handphone yang ia jepit antara telinga dan bahunya, namun Hans mencegahnya lalu membayar semuanya. Alika hanya memandang Hans bingung. Namun akhirnya ia kembali fokus dengan panggilan teleponnya yang belum berakhir.
"Eh, iya. Oke deh Nino. Sebentar lagi aku sama Hans naik, ya. Tungguin sebentar aja," jawab Alika lagi lalu memutuskan panggilan telepon.
"Ayo, Ka," ajak Hans dengan tangannya yang penuh dengan kantong plastik.
"Eh, sini aku bantu bawain, Hans," tawar Alika.
"Nggak, gausah Ka. Nanti lu bantuin mencet tombol lift aja," tolak Hans lalu memamerkan senyumnya. Alika langsung menurut dan berjalan duluan.
Setibanya di atas, Alika langsung menemukan Sella dan Nino yang sudah memegang 4 tiket.
"Maaf ya lama. Filmnya mulai jam berapa?" tanya Hans.
"Masih setengah jam lagi, mending kita duduk dulu aja di meja situ," jawab Sella dan menunjuk meja dan sofa yang masih kosong tak jauh dari tempat mereka berdiri. Tanpa menyahut, Hans langsung ngacir ke meja yang dimaksud Sella dan menaruh semua belanjaan mereka di atas meja.
Sella cepat-cepat menyusul Hans dan duduk di sampingnya. Alika hanya memandangnya dengan heran. Lalu mengambik kursi di seberang Hans. Mereka mengobrol sambil menunggu film dimulai. Hanya saja, Alika merasa Sella mendominasi percakapan mereka. Bahkan Alika hampir tidak mengobrol dengan Hans. Dan akhirnya Alika hanya mengobrol dengan Nino.
"Bagaimana kalau kursi di bioskop kita undi?" usul Hans tiba-tiba. Sella tampak kaget dengan usul Hans, namun menyetujuinya. Tentu Alika dan Nino ikut menyetujuinya.
Setelah Hans merobek 4 tiket yang sebelumnya menyambung, Hans membalikkan tiket itu, mengocoknya lalu mereka harus mengambilnya dengan mata tertutup. Alika antusias mengambil tiket di hadapannya.
"Semoga supaya aku duduk dekat Hans. Tuhan, kabulkan doaku yang satu ini," rapal Alika dalam hati. Alika perlahan membuka matanya, lalu membalikkan tiket yang ia dapat. Rasanya jantungnya berdegup sangat kencang. Ia gugup, tetapi juga antusias.
E3, itulah kursi yang akan Alika duduki di bioskop.
"Lu dapet berapa, Ka?" tanya Nino sambil melongokkan kepalanya gar bisa melihat tiket Alika.
"E3, Nino," jawab Alika sambil menunggu Hans mengatakan nomor kursinya.
"Nino di E2, berarti sebelahan sama Alika," ucap Nino memberitahu, bahkan Alika tidak menanyakannya. Alika hanya penasaran dengan nomor kursi Hans. Itu saja.
"Gue dapet E4, nih," ucap Hans akhirnya. Akhirnya, hal yang ingin Alika dengar terucap oleh Hans. Tanpa sadar, Alika tersenyum bahkan pipinya memerah saat mendengar perkataan Hans. Namun tanpa ia sadari juga, raut wajah Sella berubah. Menjadi raut wajah tidak senang.
Sepanjang film berlangsung, Alika sangat menikmatinya. Beberapa kali Hans berkomentar lucu soal filmnya. Ah, memang hari ini adalah hari yang baik, batin Alika sambil tersenyum senang.
•••
Tentu saja Sella tidak senang mendengar usul Hans. Usul macam apa itu? Mengundi kursi di bioskop? Bisa-bisa ia akan duduk jauh dari Hans. Sudah cukup Alika dibonceng Hans. Sudah cukup Alika bercanda tawa dengan Hans semantara Nino tidak mengacuhkannya. Sudah cukup untuk hari ini! Ia tidak tahan dicuekin terus menerus seperti ini!
Sella tidak menikmati filmnya. Meskipun film yang mereka pilih adalah film komedi, tetap tidak mampu membuat Sella tertawa. Ia hanya diam cemberut. Apalagi saat melirik ke arah Hans. Hans, Alika, dan Nino sedang menertawakan adegan film yang ditonton, bahkan Hans berkomentar lagi sehingga tawa mereka makin pecah.
Cukup sudah. Setelah ini, Hans tidak boleh fokus padamu lagi, Alika. Lihat saja!
To be continued..
Ps from admin : maaf yaaa semua.. Kemarin" sempet sibuk karena ada kegiatan sekolah, jadi baru bisa lanjutin.. Tetep sabar nunggu part 3nya yaaahhh.. Love you all <3
Ending-nya nanti gimana yah?
Comment below :)
Recommended For You
Sabtu, 02 September 2017
Backstabber (2)
by
Bella Regina
You May Also Like: BACKSTABBER,
Short Love Story,
story
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Itu sella jdnya duduk dmna? Wkwk
BalasHapusEheheh, jd urutan duduknya Sella - Nino - Alika - Hans
HapusSella kasian dikacangin sama nino ðŸ˜ðŸ˜
Hapusgapapa sella sabar kok
Hapus