Selasa, 26 September 2017

Tanda-tanda Kamu Harus Move On dari Suatu Hubungan atau Perasaan

September 26, 2017 1 Comments


Aloha!! Kali ini, sesuai req reader juga nihh.. Dan sesuai judulnya, mimin mau bahas tentang : "Tanda-tanda Kamu Harus Move On dari Suatu Hubungan atau Perasaan"

Yuk mari kita bahas satu per satu.. Mimin bakal kasih tau direct poinnya buat Realtionship (R) atau Feeling (F) yaa..

1. Ketika perasaanmu nggak pernah dihargai. (R-F)

Yupp, buat apa mempertahankan suatu hubungan atau perasaan, ketika perasaanmu nggak pernah dihargain?
Gimana sih min maksudnya perasaan ngga pernah dihargain?
Nih contohnya, kamu teruss sabar sama dia, tapi dianya teruss nggak sadar dan malah jadinya terus nyakitin kamu. Kamu harus berpikir ulang nih. Pantes nggak yah dia aku pertahanin, atau aku lepasin?

2. Ketika hubunganmu/perasaanmu lebih banyak membawa sakit hati daripada kebahagiaan. (R-F)

Mirip-mirip poin 1 nih, ketika kamu sama dia, tapi tiap hariii sakit hati terus, tiap hari kamu nangis terus karena si dia.. Kata mimin lebih baik dilepaskan saja.. Buat apa? Buat apa kamu mempertahankan orang yang malah selalu bawa kesedihan buat kamu? Percaya deh, kalau Tuhan udah nyiapin seseorang yang bakal bahagiain kamu. Pilih mana? Pilihan ada di tangan kamu.

3. Ketika si dia, selalu expect kamu buat berubah. (R)

Kalau selama kamu berpacaran sama si dia, tapi dia selalu nuntut kamu buat berubah, berubah demi dia. Nahloh, harus dipertanyakan nih. Dia nerima kamu apa adanya atau ngga? Kalau dia bener-bener sayang kamu, pasti dia nerima semua baik buruknya kamu. Dia pengen kamu berubah buat lebih baik? Pastii..

Tapi salah kalau itu jadi tuntutan dalam hubungan kalian. Pasti kamu pun ngejalanin hubungan kamu, bawaannya berat. Mimin yakin, kalau kamu beneran sayang juga, kamu bakal berubah, demi diri kamu sendiri, demi dia.

4. Ketika dia cuman sedikit atau bahkan nggak perjuangin kamu (R-F)

Kalau dalam hubungan, kamu nggak diperjuangin.. Kamuuu terus yang perjuangin dia, kamuu terus yang inisiatif duluan, kamu teruss yang usaha duluan. Coba dipikir-pikir lagi deh.. Kamu lagi pacaran atau ngejer-ngejer sesuatu yang nggak pasti? Bahkan kayaknya mengejar cita-cita lebih pasti deh..

Kalau kamu belum pacaran, misal lagi pdkt aja, kamuu terus yang hubungin duluan, kamu terus yang ini itu duluan, tapi si dia ga respon.. Kan sakit hati di kamu juga T-T

Related with : Tanda-tanda Doi Nggak Suka sama Kamu

5. Ketika visi dan kepercayaan kamu berbeda sama dia (R)

Yepp, kalian punya hubungan (pacaran) pasti buat serius dong ya.. Kalau misal visi atau nilai-nilai atau agama(kepercayaan) kamu beda sama doi.. Gimana menjalaninya?

Pertama, bakal sulitt banget. Bisa-bisa tiap hari cekcok. Contoh : kamu percaya kalau bunuh diri nggak baik. Kata doi kamu, baik-baik aja kok.. Nahloh, udah beda nih (nilai-nilai)
Kamu punya visi jadi misioner atau relawan yang harus kemana-mana dan ga pasti ke mananya, tapi si dia kekeh, maunya kamu kerjanya yang fix 1 tempat. Nah, nanti kalau udah nikah repot dong, kamu lagi dipanggil jadi relawan, eh pasangan kamu larang (visi)
Terakhir, kepercayaan. Nanti upacara pernikahannya gimana? Anak kamu nanti agamanya ikut siapa? Kasian dong kalau anak kamu ikut terombang-ambing masalah kepercayaan (agama/kepercayaan)

6. Ketika kamu dan dia, udah nggak saling ngerasain hal yang sama. (R)

Nah, inii.. Kalau kamu masih sayangg banget sama dia, eh tapi, dianya udah nggak sayang sama kamu. Perasaannya udah kandas. Bakal enak nggak sih ngejalanin hubungannya?
Yang ada, kamu yang terus berjuang, terus usaha deket sama dia. Dianya malah ngejauh dari kamu, dia yang berhenti-in usaha kamu buat perjuangin dia.
He/she doesnt deserve you.

7. Ketika dia membawa pengaruh buruk buat hidup kamu. (R-F)

Semenjak kamu punya hubungan sama dia, kamu yang tadinya alim, penurut, anak teladan. Berubah 180°, suka pulang larut, ngomong kasar, berontak orang tua, dll.. Pikirin lagii hubunganmu pantes dilanjutin atau ngga.

Buat kamu yang belum jadian, semenjak suka sama dia, kamu nggak jadi diri sendiri. Kamu jadi pake topeng demi dia bisa suka balik sama kamu. Atau kamu rela-relain gaul sama pergaulannya yang nggak bener demi menangin hati dia. Waduh, kayak gini sih udah gawat .-.

8. Ketika dia ngegantungin kamu. (R-F)

Duh, udah lama berhubungan, tapi sampe sekarang nggak ada kepastian. Sampe sekarang digantungin. Atau, udah lama tau saling sayang, eh nggak ditembak (sama-sama nggak bisa komitmen). Kan sakit yaa digantungin doi. Punya status ngga, mau ini itu? Serba salah..

Atau, punya status kok, tapi dianya aja nggak serius sama kamu. Tetep aja main-main ngeceng-ngeceng lawan jenis lain. Kan sakit T-T.. Jemuran gapapa deh digantungin, tapi hati jangan dong :(

9. Saat kamu punya hubungan/perasaan sama dia, kamu malah jauh dari Tuhan ataupun keluarga. (R-F)

Ini poin nggak kalah penting untuk jadi bahan pertimbangan. Setelah kamu pacaran sama si dia, eh kamu jadi nggak pernah ibadah lagi. Jarang ke gereja misalnya, atau jadi nggak saat teduh lagi. Walah. Siapa nih prioritas kamu? Pacarmu atau Tuhanmu?

Atau gara-gara kamu suka sama dia, kamu jadi sibuk banget. Sibuk ngapain? Sibuk ngejar hati doi, Tuhannya dilupain. Waduhhh, ini gawat nih. Belum pacaran aja Tuhan dilupain. Apalagi kalau udah pacaran?

Next, kalau kamu setelah pacaran, eh malah jauh dari keluarga. Jadi cuek bebek sama mama, papa, dan saudara kamu. Sibukk pacaran terus, eh tapi si pacar nggak dikenalin ke keluarga. Kalau emang dia buat kamu, mimun jamin dia bakal bikin kamu lebih dekat sama keluarga & Tuhanmu!!

Mungkin dia emang baik, tapi belum tentu dia baik buat kamu. Understand the difference?

Jadi, itulah 9 tanda kamu harus move on dari suatu hubungan/perasaan.. Semoga berguna buat readers semua yaa

Love, mimin

Minggu, 24 September 2017

A.M. Diary - Day 50

September 24, 2017 0 Comments
Hai, Lex. Aku udah agak mendingan nih. Bahkan hari ini, aku sama Aldi jalan-jalan ke Jalan Asia Afrika!! Di sana ada food truck gitu, kayak bazaar gitu, Lex!! Ah, senengnya..

Operasi ginjal aku beberapa hari yang lalu sukses! Hehe, jangan bilang-bilang ya, Lex. Hari ini aku kabur dari RS sama Aldi. Tapi karena kaki aku masih belum sembuh, jadi aku pake kursi roda deh. Huaaa, seneng banget rasanya, Lex!! Aku jajan banyak makanan. Tapi aku nggak beli yang macem-macem kok, soalnya kan dilarang sama suster & dokter T-T.

Aku beli es krim roll ala Thailand gitu, Lex. Enak banget!! Kamu harus coba kapan-kapan. Ada food truck dodol yang terkenal dari Garut juga, Lex! Jadinya aku sama Aldi beli, buat cemilan di RS. Terus Aldi juga beliin aku susu & yoghurt. Aku juga foto-foto sama hantu \(°∆°)/, agak ngeri sih, heheh.. Terus aku juga foto sama cosplay di sana!! Tapi, Aldi. Gara-gara dia bule, jadi banyak yang minta foto sama dia /(>•<)\
Ah pokoknya rame banget deh, Lex!

Aku berharap kamu ikutan juga tadi. Tapi... Semenjak hari itu, kamu menghilang. Nggak ada kabar sama sekali dari kamu. Aneh, meskipun udah sebulan lebih sebelum aku ketemu di RS. Aku nggak dapet kabar dari kamu, tapi rasanya hatiku tau kalau kamu baik-baik aja. Tapi kok feeling aku bilang kalau kamu nggak baik² aja ya?

Aku nggak ngerti sama feeling aku ini. Tapi aku berharap, kamu baik-baik aja yaa.. Di mana pun kamu berada :*

Wish you were here!!
-Maureen

Sabtu, 23 September 2017

Man VS Boy

September 23, 2017 3 Comments

Hasil gambar untuk man vs boy

Helloo.. today i will share to you guys what is the diference between man and boy, as we all know, boy is more childish than man, but, how we distinguish them?, lets check this out!

Boy : Breaks your heart
Man : Pick up the pieces of your broken heart
Boy breaks your heart without even care how you collect the pieces of your broken heart, while a man will help you collecting the broken pieces and make you stand strong and smile again.

Boy : Easily calling another woman beautiful in front of you and their friends
Man : Calling you beautiful in front of their friends
"omg, she is so hot", "wow, so beautiful" maybe you just thought that it was a joke and he didnt really mean it. But, their words its came from their heart. Be careful ladies!

Gambar terkait
























Boy : Laughing about you to another girl
Man : Laughing with you
A man will know that you are his only princess. So, they wouldn't make you hurted even its just a simple thing like laughing about you with another girl. He will trying as much as he can to make you happy, not hurted.

Boy : Rude to you when they are angry
Man : Tells you what's wrong and teaches you how to be better
A boy will rude to you when they are angry, for example slap you, leave you, etc. But, man will show you how you should act, and why they are angry without being rude to you.

Hasil gambar untuk man vs boy



















Boy : Makes you far from God
Man : Brings you closer to God
A boy will not let you have time with God, he will ask you to do something that God doesn't like. But a man will bring you closer to God. He will remind you to go to church etc.

Boy : Destroys you
Man : Protects you
A boy will destroy you, he doesn't care about your future, all he is caring about is his ego, not you. But, a man will protects you, even it is hard for them, but they will always try to keep his princess save.

that's some tips from me, thanks for reading ^^



Jumat, 22 September 2017

Tempat Romantis dan Cozy di Bandung

September 22, 2017 3 Comments
Haii man-teman!! Ketemu lagi nihh.. Duh, liat kalender, udah weekend aja nih. Pas banget yaa, mimin mau share tempat makan romantis yang wajib bangett kamu kunjungin sama doi (di Bandung)!! Siapa tau jadi kenangan termanis di sana. Boleh juga nih jadi tempat buat nembak si doi #ehh

1. Atmosphere Resort & Cafe

Hasil gambar untuk atmosphere cafe
















Gambar terkait
Yup, tempatnya di Jalan Lengkong Besar No 97. Tempatnya cozy banget nihh buat dateng bareng bebeb. Meski harga makanannya terbilang lumayan, tapi terbayarlah sama fasilitas-fasilitas di sini.. Nilai plus buat kamu yang mau ke sini, di Atmosphere ini bebas asap rokok loh, jadi nggak perlu repot pindah tempat duduk kalau ada yang ngerokok :))

Alamat : Jln. Lengkong Besar No. 97, Bandung, 40261
No. Telp : (022) 4262815
Jam operasional :
- Sun - Fri  = 11.00 - 00.00
- Saturday = 11.00 - 01.00
Range harga :
- Main course start from 50k
- Beverage start from 10k
Menu : European, Asian & Indonesian food
Fasilitas : Free WiFi - gazebo (di lt. 2) - smoking area, parkir, layar lebar 144 inch - Live Music (Tuesday & Sunday)

2. Maja House Rooftop Bar & Restaurant
Hasil gambar untuk maja house rooftop cafe & lounge

Hasil gambar untuk maja house rooftop cafe & lounge

Next ke tempat kedua nihh.. Tempat ini emang udah terkenal bangett. Minimal siapin deh 100k/person buat ke sini, ehe..  Jam terbaik buat ke sini tuh di atas jam 7. Kalian bisa ngeliat kerlap-kerlip kota Bandung dari ketinggian. Untuk suasana di dalem agak remang-remang, mimin lebih suka outdoornya.. So sweet banget deh kalau liatnya bareng doi :3

Alamat : Jln. Ters. Sersan Bajuri No 72, Cihideung, Parongpong Bandung, 40559
No. Telp : (022) 2788196 / 0828-1093-5712
Jam operasional : 11.00 - 00.00
Range harga :
- makanan start from 32k
-minuman start from 20k
Menu : variatif
Fasilitas : Day bed, Live Music (weekend only), outdoor & indoor area

3. Burgundy Wine & Dine
Hasil gambar untuk Burgundy Wine & Dine

Hasil gambar untuk Burgundy Wine & Dine


Nih tempat ketiga, nggak kalah kece dari yang sebelumnya. Yups, Burgundy Wine & Dine, baca namanya aja udah pengen ke sana ya rasanya. Di Burgundy ini juga punya romantic view yang beuhh, mendukung suasana romantic dinner kamu sama pacarmu.

Alamat : Jln. Raya Maribaya No 163, Langensari, Lembang, Kab. Bandung Barat, 40391
No. Telp : (022)2787125
Jam operasional :
- Sunday - Thursday = 11.00 - 23.00
- Friday - Saturday = 11.00 - 00.00
Range harga : start from 30k - 200k
Menu : Indonesian, Asian, Western Food
Fasilitas : terrace, Pinot Noir, Gamay, Chardonay Bar, Live Music

4. Indischetafel Resto
Hasil gambar untuk Indischetafel Resto

Hasil gambar untuk Indischetafel Resto


Pengunjung bilangnya sih, Cafe Kuno ala Bangsawan. Habisnyaa, kamu bakal ngerasain masuk ke rumah bangsawan Belanda, dan dilayani dengan baik sama para pelayannya yang juga berpakaian ala Belanda jaman dulu nih.. Memang agak beda dari resto sebelumnya, tapi nggak kalah cozy kok, suasananya vintage sekaleeh. Indischetafel ini juga sekaligus Museum "Bandung Herritage".
Alamat : Jln. Sumatera No. 19, Braga, Sumur Bandung, Bandung 40111
No. Telp : (022) 4218802
Jam operasional : 10.00 - 22.00
Range harga : start from 8k
Menu : Indonesia & Belanda
Fasilitas : furniture vintage ala Belanda, outdoor area, kursi & meja untuk couple

5. Sierra Cafe & Lounge



















Nextt, ada Sierra Cafe & Lounge. Di sini tempatnya eksotis & romantis banget jadi nilai plus nih. Juru masak di sini juga nggak perlu diragukan lagi dehh.. Harga pun, kata mimin terjangkau sama dompet anak mudalaahh..

Alamat : Jln. Bukit Pakar Timur No 33, Bandung, 40198
No. Telp : (022) 2512240
Jam operasional : 11.00 - 23.00
Range harga :
- makanan : 30-70k
-minuman : 15-30k
Menu : variatif
Fasilitas : Free WiFi, Live Music, romantic view


6. Cocorico Cafe & Resto
Hasil gambar untuk cocorico cafe bandung

Hasil gambar untuk cocorico cafe bandung

Hasil gambar untuk cocorico cafe bandung


Last, but not least, ehe.. Ada Cocorico, tempat ini mah udah viral bangett, ya? Tapi mimin belom pernah ke sana T-T, apalagi sama doi T-T #eh #curhatmode
View bandung yang aaaahhh, bikin makin romantis deh sama doi.

Alamat : Jln. Bukit Pakar Timur No. 29, Ciburial, Cimenyan, Bandung 40198
No. Telp : (022) 2503262
Jam operasional : closed 11 P.M.
Range harga :
- Makanan : 19k - 140k
- Minuman : 12k - 42k
Menu : Indonesian, Western, Japanese food
Fasilitas : romantic view (@ second floor), good interior

Nahh, sekian dehh.. 6 tempat yang cocok banget buat bikin suasana romantis bareng doi.. Buat kamu yang di luar kota dan lagi ke Bandung, jangan lupa loh buat ke tempat-tempat tadi.. Sekian dehh, ehe.. Tapi mimin bakal post lagi kok tempat makan romantis lainnya. Karena Bandung ini banyak bangett tempat yang indah tapi tersembunyi..


Bubye~

A.M. Diary - Kania Side

September 22, 2017 2 Comments



Sial!! Rencanaku gagal semua. Harusnya tidak seperti ini! Harusnya aku tidak bekerja sama dengan si Donny sialan itu! Memang laki-laki bodoh. Sudah kuperintahkan untuk membatalkan dan membuat ulang rencana.

Dia malah tidak mendengarkanku dan tetap melanjutkan rencana. Lihat akibatnya! Donny dipenjara, susah payah aku menyuap hakim, menyewa pengacara bagus, dan voila! Hasilnya Donny hanya dipenjara dua bulan dan ganti rugi. Lebih ringan daripada hukuman sebelumnya yaitu enam bulan penjara dan ganti rugi. Tapi tentu saja, setelah bebas, akan kuberi dia tagihan atas semua uangku yang keluar untuknya.

Sekarang aku harus membuat ulang semua rencana sendirian, setidaknya untuk dua bulan kedepan. Donny tetap akan jadi bonekaku. Dia mudah diperdaya. Sedangkan aku, akulah dalangnya, akulah penulis ceritanya. Dan akulah pengendali dari semuanya.

Meski kuakui, rencanaku tidak gagal-gagal amat. Aku tahu Alex sedang ke Singapur lagi, check up rutinnya. Dan selama dia di Singapur, aku bisa dengan bebas melakukan apapun dengan Maureen. Tapi karena aku kehabisan boneka untuk kali ini, mungkin kali ini aku akan mengotori tanganku sendiri. Menyusahkan memang jika punya boneka bodoh.

Kira-kira, apa ya hal bagus yang akan kulakukan pada Maureen? Menculiknya? Lalu mengancamnya untuk menjauhi Alex? Ya, aku tahu kalau dua hari sebelum Alex ke Singapur, mereka berpelukan. Tentu aku tahu, apa hal yang tidak aku tahu? Hahaha..

Tentu saja aku ingin membunuh Maureen, tapi akan kubuat seolah kecelakaan. Namun aku belum menemukan caranya agar tampak seperti kecelakaan. Aku harus berpikir  lebih keras untuk kali ini.

"Mikirin apa, Kan?" tanya seseorang tiba". Kutolehkan kepalaku ke arahnya,  aku terkaget-kaget melihat seseorang yang kini tepat berada di depan wajahku. Kresna!

"Kresna! Gila lu ngagetin gua aja, mau apa?" tanyaku to the point sambil mendorong wajahnya jauh-jauh. Ya, dialah informanku selama ini.

"Ya mau ketemu sama lu, dong," jawabnya sambil membetulkan tatanan rambutnya yang rusak gara-gara aku mendorong kepalanya tadi.

"Ya, kan gua gatau mau lu apa, terus buat apa ketemu gua?" tanyaku ketus. Aku sibuk dengan handphone-ku. Aku masih punya banyak urusan lain. Pertama urusan perusahaan ayahku. Kedua urusan mengenai Maureen.

"Gimana rencana lu sama si Donny itu? Lancar?" tanyanya lagi.

"Lancar dari mana?! Gagal total! Donny bodoh! Dia merusak segala rencana yang sudah gua atur dari awal sampai akhir!" jawabku dengan meledak-ledak. Aku masih kesal karena perbuatan bodoh Donny. Ok kalau dia tidak membaca pesanku ataupun tidak menjawab teleponku, itu bukan salahnya. Tapi dia membaca pesanku tapi tidak menghiraukan teleponku! Dia merusak rencanaku yang sudah kususun dengan sangat rapi, bak domino yang jika disenggol ujungnya, maka pasti terjatuh terus sampai akhir.

Kecuali. Ya, kecuali jika di tengah-tengah, ada yang menghentikannya. Dan orang itu adalah boneka-ku sendiri.

"Oiyah? Padahal informasi dari gua berharga banget loh. Gua nyarinya capek-capek buat lu," jawabnya dengan nada yang menyebalkan.

"Kresna, stop nada manja lu deh. Gua geleh dengernya," responku tanpa sedikitpun menolehkan kepalaku ke arahnya.

"Hehehe, kenapa Kan? Nggak suka?" tanyanya sambil mendekatkan wajahnya kepadaku. Segera tanganku menghentikannya.

"Stop Kresna! Gua udah pernah nolak lu kan? Apa segitu nggak bikin lu nyadar kalau gua sukanya cuma sama Alex? Jangan kejer-kejer gua lagi deh," jawabku dengan kesal. Aku langsung membereskan barang dan memasukkan semuanya ke dalam tasku. Lalu aku melenggang pergi, meninggalkan Kresna di sana.

"Huft, menyebalkan sekali," gerutuku sambil terus berjalan. Aku seketika menghentikan langkahku saat aku mendengar berita televisi di lobby kampus. Apa?! Kecelakaan pesawat Jakarta-Singapur? Bukankah Alex ke Singapur kemarin? Aku baru mendengar beritanya. Tak peduli dengan suara keramaian, telingaku hanya fokus dengan suara siaran berita televisi.

Aku bahkan berdiri tak bergerak sedikitpun. Menunggu ditampilkannya daftar penumpang pesawat yang kecelakaan itu. Mataku meneliti setiap nama yang ditampilkan di layar televisi. Dan nama Alex ada di urutan awal! Oh Tuhan! Bagaimana ini?

Seketika aku panik, yang aku pikirkan hanyalah terbang ke Singapur secepatnya karena kecelakaan terjadi saat pesawat sudah di Singapur.

"Ada apa, Kan?" tanya Kresna yang ternyata membuntutiku.

"Alex! Alex kecelakaan, Na! Gua harus ke Singapur sekarang! Lu bisa urus tiketnya nggak? Beli online atau gimanapun terserah, ambil penerbangan paling cepat. Berapapun harga tiketnya, gua ganti," ucapku meminta tolong padanya.

"Siap, sini hp lu. Gua pesennya dari hp lu aja biar gampang." Langsung kuserahkan handphone-ku, lalu aku bergegas ke parkiran kampus.
"Lu ikut gua dulu, pake mobil gua. Gua mau buru-buru balik, beres-beres buat pergi," perintahku pada Kresna. Kresna pun mengikutiku di belakang sambil terus berurusan dengan handphone-ku.

Tin tin! Alarm mobilku berbunyi saat kutekan kunci mobil rangkap remote control untuk mobilku. Aku membuka pintu mobilku dan langsung masuk. Kutunggu beberapa saat sampai Kresna masuk dan memasang seat beltnya. Kulajukan mobilku secepat yang aku bisa ke rumahku.

"Nih, Kan! Gua udah dapet tiket buat lu, berangkatnya besok jam 2 siang," ujar Kresna memecah konsentrasiku. Karena kaget dan pikiranku sebelumnya hanya terisi oleh Alex, aku hampir menabrak pengendara motor di sebelahku.

"Kalau ngasih tau jangan bikin kaget dong! Tapi makasih," gerutuku. Kulihat Kresna hanya tertawa geli karena pengendara motor yang hampir kutabrak adalah ibu-ibu bawel. Terpaksa aku minta maaf dan hanya mengiyakan segala omelannya.

DIIIIIINNN! Seketika kuinjak rem kuat-kuat sampai terdengar suara yang memekikan telingaku. Aku kaget karena ternyata aku hampir menerobos lampu merah. Aku langsung menekan klakson mobilku kuat-kuat, membalas klakson orang gila tadi. Sabar saja kenapa sih? Toh aku tidak akan mencelakai diri sendiri.

Kresna hanya diam melihat tingkahku yang kesal karena diklakson orang lain. Dia sudah mengenalku sejak lama. Dia juga tahu kalau aku menyukai dan hanya mencintai Alex, bodohnya dia masih saja mengejarku.

•••

Malam ini, aku sudah tiba di Singapura. Sialnya, pesawatku delay sangat lama. Begitu sampai, aku segera berlari ke stasiun kereta cepat. Untunglah masih sempat. Aku tidak ingin membuang banyak waktuku. Aku hanya ingin melihat Alex secepat yang kubisa.

Turun di stasiun yang paling dekat dengan rumah sakit tempat Alex dirawat, aku beralih ke taksi untuk mengantarku. Tak peduli dengan seberapapun beratnya koper yang kubawa, tak peduli dengan tubuhku yang agak jet lag. Aku hanya ingin melihat Alex.

"Excuse me, I am looking for Alexander Rafael Landibrata, victim of airplane accident. Where is his room?" tanyaku pada suster di bagian resepsionis.

"Wait a minute, Miss. Sir Alex, 304 room, third floor," jawab suster itu.
"Thank you, thank you so much," jawabku dan berlari menuju lift. Beberapa kali aku menabrak suster, juga dokter yang berseliweran ke sana kemari dengan seragam kebangsaan mereka.

Begitu tiba di depan kamarnya Alex, aku terdiam sejenak karena ada dokter dan suster yang sedang memeriksanya. Dugaanku, Alex belum sadar dari tidurnya. Begitu suster dan dokternya keluar, aku segera masuk melihat Alex.

Oh Tuhan! Aku hampir muntah si tempat melihat Alex. Yang benar saja! Semuanya hampir ditutupi bekas luka bakar! Menjijikan! Melihat tubuhnya agak hangus, juga beberapa kulitnya mengelupas. Wajahnya pun banyak luka. Mungkin karena luka ledakan di pesawatnya. Aku tahu karena aku membaca semua berita tentang kecelakaan pesawat yang Alex tumpangi selama pesawatku delay.

Segala perasaanku yang berkecamuk sebelum melihat Alex kini hilang. Benar-benar hilang. Seperti uap yang sangat panas, namun sangat cepat pula menghilangnya. Tergantikan oleh perasaan, aku sendiri tak tahu perasaan ini. Puas? Lega? Beruntung? Namun yang pasti, aku tak lagi merasa cemas. Ya, aku ini memang beruntung bukan?

"Lex, untung lu belum jadi milik gua ya?" ucapku sambil mengelus perlahan tangan Alex yang juga terkena luka bakar. Namun, aku seperti bertanya sebuah pertanyaan retoris, pada sebuah patung. Takkan pernah ada jawabannya.

"Tau nggak kenapa?" tanyaku lagi. Alex masih diam membisu, matanya tertutup rapat, seolah enggan membuka, meski hanya untuk melihatku. Seulas seringai terpatri di bibirku.

"Karena lu udah menjijikan sekarang, Lex. Dan gua, ogah pacaran sama cowok jelek kayak lu," ucapku lagi. Kini sambil mengelus perlahan pipinya yang terdapat bekas luka.

"Tau satu hal lagi, Lex?" Lagi-lagi hanyalah keheningan yang menjawab pertanyaanku. "Meskipun gua udah nggak akan ngejer lu lagi.. Tapi gua bakal tetep ngehancurin Maureen. No mercy, Lex. No mercy for her."

~

Ps : tenang, nanti bakal ada lagi kok :))
Tetep setia baca Kania Side from A.M. Diary yaaa <3

Rabu, 20 September 2017

Ketika Sahabat jadi Cinta?

September 20, 2017 4 Comments
Hasil gambar untuk love anime
Haiii semua, mimin dapet request dari reader nih.. Tentang gimana caranya bedain suka sebagai sahabat atau sebagai lawan jenis.. Ciyeh lagi dirundung kegalauan, keep reading yaa, semoga kalian jadi menemukan jawabannya waktu sahabat jadi cinta.

Mimin bakal share, tanda-tanda kamu yang awalnya sahabatan, eh malah jadi cinta.

1. Muncul perasaan cemburu.

Yepp, awalnya liat si dia sama temen-temen lain biasa aja, tapi kok sekarang liat si dia deket sama lawan jenis, ada rasa sakit & cemburu yah. Nah, bisa jadi nih kamu udah jadi cinta sama sahabat kamu ini..

2. Jadi pengen deket terus.

Mirip-mirip sama poin 1 nih. Kamu jadi rasanya pengen deket terus sama sahabat kamu ini. Karena, di mana-mana orang suka mah pengen selalu deket yah (kecuali alasan tertentu). Nah itulah kenapa, kamu jadi selalu nyari alesan buat bareng sama si dia, atau nyari kesempatan supaya bisa bareng, dll..


3. Waktu deket sama dia, malah jadi salting (salah tingkah)

Lanjoot dari poin 2, kamu selalu pengen deket sama sahabat kamu ini. Eh giliran lagi main berdua doang misalnya, kamunya malah salah tingkah. Jadi grogi-grogi gitu, atau shy shy cat juga bisa (shy shy cat = malu malu kucing)
Atau lagi deket/main bareng, tiba-tiba hati rasanya kok dagdigdug nggak bisa berhenti ya?


4. Kamu jadi sering nungguin kapan dia bales chat.

Wajar dong ya, kalau sahabatan bisa chattingan tiap hari. Eh, tiba-tiba suatu hari, kalian lagi chattingan, kamu pantengin terus hp kamu. Nungguin si dia bales. Begitu si dia bales, langsung deh kamu bales lagi chatnya. Beda yaa, antara nungguin chat dibales karena keperluan, dan nungguin chat dibales karena ada rasa. Ehe.


5. Kamu jadi sering mikirin dia.

Karena kalian sahabatan inilah, jadi tau dong kegiatan rutin satu sama lain. Eh, tiba-tiba kamu jadi sering mikirin dia.
Misal lagi liat jam, wah jam 5 sore nih. Dia suka nonton naruto, kayaknya lagi nonton naruto nih sekarang. Ehehehe..


6. Kamu jadi lebih perhatian ke dia.

Seorang sahabat emang pasti saling perhatian satu sama lain. Tapi kalau sahabat udah jadi cinta, perhatiannya biasanya beda nihh.. Lebih ke perhatian-perhatian yang intensif, sifatnya pribadi, juga lebih detail.

Dulu kamu perhatian, cuma perhatiin aja kalau sahabatmu lagi bete, kamu hibur. Tapi sekarang, perhatian kamu malah jadi hal-hal detil soal dia. Misalkan, eh dia potong rambut, jadi ganteng, ahh suka. Atau, kok baju dia berantakan ya, terus spontan kamu benerin gitu (ini perhatian atau modus? Ehehe)..

•••

Nahhh, segitu aja sih menurut mimin.
Kata mimin mah, emang paling enak pacaran itu dari sahabat jadi cinta (menurut pengalaman sihh), karena kamu dan dia kan udah deket dan saling kenal satu sama lain, udah tau kebiasaan masing-masing, dll.. Karena udah saling kenal, otomatis udah saling nerima dong, ehe..

Tapi dalam beberapa kasus, sahabat jadi cinta ini malah jadi serba salah T-T
1. Ternyata sahabatmu nggak punya perasaan yang sama kayak kamu T-T
2. Kalau kalian berhasil pacaran terus putus, sakitnya dobel T-T.. Kehilangan pacar sekaligus sahabat.

Tapi jangan patah semangat yaaa!! Semangat terus semuanya \(^•^)/
Mimin doain, sahabat yang malah jadi kamu sayang sebagai doi, punya perasaan yang sama sama kamu :*

 Kalau menurut readers ada yang kurang, atau mau nanya, boleh kok, comment aja yaa..
Love, mimin

Selasa, 19 September 2017

A.M. Diary - Alex Story Day 38

September 19, 2017 0 Comments
 Panggilan untuk masuk ke pesawat terdengar ke telingaku. Spontan kumatikan handphoneku dan menggendong tas ranselku masuk ke dalam pesawat. Tak sulit menemukan kursiku, aku langsung duduk dan menaruh ranselku di depanku.

Ini sudah dua hari sejak aku bicara dengan Maureen secara langsung. Aku masih bisa merasakan pelukannya. Rasanya permintaannya untuk memelukku terus teringiang-ngiang di kepalaku. "Boleh aku meluk kamu?"

Akulah yang harusnya minta itu, batinku dalam hati sambil memandang keluar jendela.

Hari ini, aku harus check up perkembangan jantung baruku. Ini sudah seminggu lebih aku terlambat dari jadwalku seharusnya. Apalagi akhir-akhir ini, aku terus mengurusi kasus kecelakaan Maureen. Terus terang, jantungku belum boleh bekerja terlalu banyak, tapi aku tidak bisa tinggal diam. Apalagi kalau itu menyangkut Maureen. Si Donny sialan itu, sudah dikurung penjara. Tapi karena dia anak orang kaya, dan punya pengacara cukup hebat, maka masa tahanannya hanya dua bulan dan ganti rugi.

Hakim memutuskan hukuman seringan itu. Yang benar saja?! Ini pembunuhan, hanya mungkin gagal. Gila! Tapi aku mau tidak mau menerimanya. Setidaknya, selama dua bulan, Maureen akan aman dari ancaman Donny. Tapi aku masih bingung dengan perkataan polisi waktu itu. Ada dalang di baliknya? Tapi kenapa tidak diusut si dalang ini? Bukankah dia yang lebih berbahaya?

Aku kembali menengok ke jendela pesawat dan pikiranku kembali melayang ke masa lalu. Waktu kami lulus SMA, aku, Maureen, dan teman segeng kami pergi jalan-jalan ke Bali dengan pesawat. Saat itu adalah pengalaman kedua Maureen naik pesawat, pertama kalinya waktu ia masih bayi. Maureen begitu takut sewatu take off dan dia terus menggenggam tanganku erat sampai berkeringat. Tapi ia begitu senang ketika bisa melihat awan dan perkotaan yang tampak sangat kecil dari balik kaca.

Aku ingat waktu itu dia bilang, "Aku mau naik pesawat sama Alex lagi, biar aman." Begitulah katanya sambil memberikan senyuman khasnya yang bisa membuatku rasanya jatuh cinta lagi dan lagi.

Kubuka ranselku. Langsung kutemukan dengan mudah diary Maureen yang ikut kuisi dalam sebulan ini. Perlahan kubuka lembar yang masih kosong.

Rin, kabar kamu gimana? Udah ngerasa lebih baik kan? 
Maaf ya, setelah dua hari yang lalu aku akhirnya bisa ngomong lagi sama kamu, bahkan meluk kamu, aku terpaksa menghilang dari hadapan kamu, Rin. 

Aku harus check up lagi, dan kali ini dipantau selama entah berapa lama karena aku kemarin bandel gamau check up. Ini rahasia ya, Rin. Kemarin sebenernya pas aku ketiduran di samping kamu, jantung aku udah kecapekan. Jantung aku rasanya lagi sakit banget karena udah bekerja terllau banyak sementara jantung baru aku masih adaptasi sama tubuh aku. Tapi pas aku meluk kamu, aku langsung ngerasa kayak semua capek aku, sakit aku ilang. Nguap gitu aja :)

Tau nggak, aku sebenernya lega lega nggak ninggalin kamu kayak gini. Aku lega karena aku dapet kabar kalau kamu udah dapet donor ginjal yang cocok. Tadinya aku mau donorin ginjal aku, taunya aku dilarang keras dan malah dimarahin dokternya karena dia tau aku baru cangkok jantung. Sedih banget waktu tau aku nggak boleh donor. Tapi aku seneng karena donor ginjal buat kamu cepet tersedianya :)

Tapi aku takut, aku takut operasi kamu nggak berhasil :'(

Rin, satu hal lagi, ini juga rahasia ya. Aku bukan super hero kamu. Kalau kamu tau aku ini cuma cowok lemah yang jantungnya lemah. Yang ga boleh terlalu capek, bahkan nggak bisa donorin ginjalnya sendiri buat orang yang dia sayang. Aku nggak pantes kamu sebut super hero. Bahkan pas kemarin aku bilang kalau aku super hero kamu, aku tau aku nggak pantes ngomong kayak gitu. Karena aku nggak kuat, Rin. 

Doain aku cepet sembuh dan kuat lagi supaya aku bisa jadi super hero kamu ya :))
Aku juga berdoa supaya kamu cepet sehat lagi, masuk kampus lagi. Dan aku? Aku akan ngeliatin kamu bahagia sama orang lain dari tempat favoritku. Pohon tengah taman kampus :')

19/9/2017 - 13.54
Alex yang lagi di pesawat

Kututup pulpenku dan kumasukkan ke sela-sela buku diary-ku. Kumasukkan lagi ke dalam tas ranselku. Setelah buku diaryku masuk, kurogoh lagi tasku. Got it! Kubuka halaman buku novelku sesuai dengan halaman yang kutandai. Aku bukanlah tipe cowok pecinta novel, tapi aku suka novel ini. Pertama, karena Maureen juga suka novel ini. Kedua, karena isi ceritanya tidak sembarangan, benar-benar kompleks, membuat otakku ikut berpikir, banyak berisi tentang science, jadi hitung-hitung menambah pengetahuanku, juga bukan novel dengan romansa yang menye-menye. Romance dalam novel ini hanya sisipan, tapi cukup membuatku ikut terbawa dalam perasaan para tokoh.

Bagiku, novel ini lebih baik daripada genre-genre lainnya. Dalam hitungan menit, aku sudah tenggelam dalam cerita. Bahkan sampai aku tidak mendengar pemberitahuan dari sang pilot.

Tiba-tiba kurasakan guncangan hebat! Aku segera menengok ke arah penumpang lain. Wajah mereka sudah panik. Kulihat lagi seorang pramugari tergesa-gesa berlari ke arahku karena melihatku belum memasang sabuk pengaman dan masker oksigen.

"Sir! Please use your savety belt and your mask!" perintah pramugari itu, juga dengan wajah panik. Aku seperti lumpuh seketika, rasanya tubuhku seperti tak bisa bergerak sekalipun aku mau. Apa yang terjadi? Pikirku. Penumpang di sampingku mengguncangku, lalu dengan gemas ia memasangkan sabuk pengaman untukku dan menarik masker oksigen dari atas.

Aku kini menatap tubuhku yang sudah terikat dengan bangku oleh karena savety belt ini. "Thank you, Miss," ucapku pelan. Tak lama, kembali kurasakan sebuah guncangan hebat, spontan kami semua ikut berguncang. Bahkan sempat kudengar jeritan seorang wanita.

Oh, Tuhan. Jangan jadikan hari ini hari terakhir hidupku. Aku masih ingin melihat Maureen, meski hanya sekali, batinku pasrah. Kudengar bahwa cuaca buruk tiba-tiba menghadang. Ya, aku kini di dalam pesawat, di tengah badai.

Tiba-tiba, gendang telingaku rasanya dipukul dengan kerasnya. Petir menyambar sayap kanan pesawat. Spontan setelah suara petir itu, telingaku berdenging dengan hebatnya. Aku segera menutup telingaku, berharap dengingan itu akan hilang. Tapi nihil, telingaku tetap berdenging.

Baru saja satu kedipan mata, kini aku melihat kobaran api di sayap kanan pesawat dari kaca. Suara teriakan panik para penumpang makin keras terdengar di tengah suara dengingan di telingaku yang masih belum berhenti. Meski badai cukup besar, tapi rasanya tak mampu memadamkan api di sayap kanan pesawat ini.

Pemandangan di luar hanya awan kelabu pekat dengan cahaya  yang kadang menyambar di kejauhan. Serta cahaya merah menyala yang menjadi dominan. Bahkan rasanya aku tak bisa membedakan di mana aku sekarang. Di atas daratan atau lautan?

Jantungku berdetak semakin cepat seiring dengan produksi hormon adrenalinku yang meningkat drastis. Tanganku tepat berada di dadaku, kudekap dadaku sekuat mungkin, berharap degup jantungku akan melambat.

Tiba-tiba langit rasanya semakin terang. Awan kelabu itu hilang! Kami berhasil menembus badai! Namun, kekhawatiran diriku belum usai karena sayap pesawat masih terbakar dan tentu saja hawa panas perlahan-lahan menjalar ke dalam kabin pesawat. Juga menyebabkan pesawat rasanya agak timpang. Sayap kanan terbakar makin parah.

Baru saja aku mau bernapas sedikit lega. Aku merasa seperti naik rollercoaster. Pesawat yang kutumpangi terbalik dan berputar-putar. Membuat seluruh barang penumpang terbang seolah gravitasi sudah menghilang, tas ranselku ikut terlempar entah kemana. Aku hanya bisa menutup mata sambil terus berdoa. Kepalaku rasanya makin pusing dan aku ingin muntah.

BBRRUUAAAAKK!!! Kurasakan savety belt-ku terlepas dan tubuhku terlempar entah kemana. Perlahan kucium bau amis darah, darah mengalir dari dahiku. Kubuka mataku namun separuh mataku tertutup darah dan pandanganku jadi merah. Terpaksa aku hanya bisa membuka sebelah mataku.

Satu hal yang kusyukuri, pesawat ini jatuh di daratan, kemungkinan untuk selamat lebih banyak! Dan entah bagaimana caranya, aku terlempar keluar dari pesawat. Kulihat kaca-kaca pesawat sudah pecah, pintu masuk pesawat juga lepas entah kemana, juga bagian-bagian pesawat lain hangus dan hancur berat. Kulihat sekelilingku, sepertinya ini jalur pacuan pesawat landing. Kulihat sekelilingku, ada beberapa penumpang lain yang terluka.

"AHHH!" Saat aku mencoba berdiri, kurasakan sakit teramat sangat dari kaki kiriku. "Sial!" makiku pada diri sendiri dan sekuat tenaga bangkit. Kubantu beberapa penumpang yang terluka agak parah untuk menjauh sejauh mungkin, aku takut sewaktu-waktu pesawat akan meledak. Ada beberapa penumpang lain membantuku dan ikut berlari denganku masuk ke pesawat yang masih terbakar. Kulihat pramugari dan beberapa penumpang berusaha untuk keluar.

Segera kubantu mereka sambil aku masuk ke dalam pesawat. Asap mengepul di dalam kabin. Kugunakan jaketku sebagai masker untuk menutup hidung dan mulutku. Aku mencari-cari ranselku. Bukan karena apa-apa. Salah satu hartaku di sana, diary dari Maureen, itulah hartaku. Gotcha! Kulihat ranselku di ujung kabin.

Tapi tiba-tiba kudengar tangisan anak kecil. Kulupakan tasku untuk sementara dan berlari ke arah sebaliknya. Dengan pandangan yang terbatas, dan dengan kemampuan indera pendengaranku yang tersisa, kucari anak itu. Semakin suara tangis itu keras terdengar, artinya aku semakin dekat. Itu dia! Anak itu terjepit dan tak bisa terlepas dari savety beltnya. Di sampingnya ada pisau buah, segera kuraih pisau itu, tak peduli dengan fungsi seharusnya. Suara tangis anak itu semakin kencang seiring dengan kobaran api yang semakin mendekat.

Dengan brutal, kupotong savety belt yang masih membelitnya. Sial! Pisau ini tidak terlalu tajam, terpaksa aku terus memotong savety belt dengan tenagaku yang tersisa. Terlepas! Segera kubalut anak ini dengan jaket kulitku. Jaketku kulit asli, minimal anak ini sedikit anti api. Aku segera menggendongnya dengan posisi yang tak dapat kudefinisikan. Setelah dekat pintu keluar, aku menyuruhnya lari keluar sendiri, sementara aku masih harus mengambil ranselku.

Jaketku yang sebelumnya bisa menutup hidung dan mulutku sudah tidak ada. Pandanganku mulai buram, asap semakin pekat. Aku hanya fokus dengan ransel hitamku di ujung sana. Kukibas-kibaskan tanganku dengan harapan bisa menghalau asap di hadapanku.

KRAK! Terdengar suara sesuatu. Aku segera menoleh. Sayap kanan pesawat sudah putus! Bisa jadi api sudah menyambar mesin pesawat. Aku mempercepat jalanku yang sudah terseok-seok karena kakiku yang mungkin patah atau sejenisnya. Kuraih tasku dan segera kupakai seadanya karena tasku sudah putus sebelah talinya. Saat aku sudah dekat dengan pintu keluar, aku melihat seorang bayi yang sepertinya pingsan, atau mungkin sudah kehilangan nyawanya karena menghirup terlalu banyak CO2. Segera kupaksakan kakiku mendekati posisi bayi itu. Benar, bayi ini sudah tak bernyawa. Kupeluk bayi itu sambil terus melangkahkan kakiku keluar pesawat.

Minimal, keluarganya bisa melihat bayi mereka untuk terakhir kalinya, pikirku sambil terus berusaha menghalau asap. Meski kudengar suara sirene pemadam kebakaran dan suara guyuran air, tetap saja asap di dalam masih pekat sekali.

Oh Tuhan! Pintu keluarku terhalang oleh api yang sudah menyala-nyala. Kulihat bayi di gendonganku, wajahnya sudah tentram, bahkan bayi ini seperti tersenyum. Dengan sisa tenagaku, aku memeluk bayi ini dan melompat keluar. Seketika kurasakan panas menyambar tubuhku. Benar saja, celana dan tasku tersambar api!

Dengan keadaan di luar yang penuh dengan suara bising sirene, juga kilau lampu dari mobil polisi, aku berlari meski di tiap langkahku, kutahu luka di kakiku semakin parah. Kulihat ada beberapa orang yang langsung menghampiriku dengan tergopoh-gopoh. Mereka keluarganya, pikirku. Langsung kuserahkan bayi itu ke tangan mereka. Tepat setelah au menyerahkan bayi itu, tenagaku habis sudah. Kurasakan semua tubuhku ambruk ke aspal yang keras.

Dan semuanya menjadi hitam.

Ps ; tetap nantikan lanjutan cerita A.M. Diary yaa, laff laff for all readers :))

Buat yang sebelumnya udah baca, maap ya mimin banyak typo, suka ngga nyadar.. Sekarang udah diedit kok :))
Thank you for reading :)
-mimin

Minggu, 17 September 2017

A.M. Diary - Maureen Story day 43

September 17, 2017 0 Comments



Kepalaku masih pusing dan kakiku masih kadang terasa sakit. Yang kutahu, ini sudah hari ke-7 aku di rumah sakit. Aku sudah terbiasa dengan bau rumah sakit ini.

Saat aku pertama kali terbangun, yang kulihat di sampingku adalah Aldi, bukan Alex. Jujur aku kecewa, tapi seketika aku tersadar. Sebanyak apapun aku berharap Alex untuk di sampingku, itu hanya akan menjadi harapan kosong. Karena ku tahu Alex sudah bahagia dengan Kania.

Berhari-hari setelah aku sadar, hari-hariku kulalui dengan makan makanan dari rumah sakit, tidur, minum obat, mandi, cek kondisi tubuhku, dan berbagai hal membosankan lainnya. Ya, aku sudah tahu semuanya. Aku kecelakaan parah, kaki kiriku patah, ginjal kiriku pecah dan sudah diangkat, dan kepalaku mengalami keretakan ringan. Saat dokter mengatakannya, aku langsung menangis sekencang-kencangnya. 

Bukan karena rasa sakitnya, bukan juga karena kenyataan mengejutkan itu. Entah kenapa aku menangis, mungkin karena saat aku mendengarnya, tidak ada Alex di sampingku. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku menangis.

Setiap hari Aldi datang dan menemaniku makan dan minum obat, sampai aku tertidur karena efek samping obat dan memang aku masih harus banyak sekali istirahat. Beberapa kali, aku seperti melihat Alex di balik kaca pintu kamarku, tapi setiap kali aku mengedipkan mata, dia menghilang. 

Jadi kupikir, itu hanya bayanganku.
Dan hari ini, aku terbangun tanpa ada Aldi di sampingku. Susah payah aku membuat tubuhku menjadi posisi duduk. Kulihat sebuah tote bag di samping kasurku. Tote bag-ku! Siapa yang membawanya ke sini? Pikirku sambil menggapainya. Susah sekali menggapai barang yang bahkan di sebelahmu dengan tubuh yang sakit jika digerakkan. Huft.

Tiba-tiba saat aku masih berusaha menggapai tasku, kudengar suara "klik". Kutengok ke arah pintu kamar. Itu bibi! Seulas senyum spontan merekah di bibirku.

"Bibi!" kuteriakkan panggilanku pada wanita separuh baya itu. Bibi ikut tersenyum, tapi kutahu wajahnya panik melihat kondisiku saat ini. Ya, mungkin bisa dibilang parah. Bibi memelukku sangat erat, tapi anehnya, tidak sakit rasanya. Aku malah merasa hangat. 

Tiba-tiba, aku merasa bahuku basah.
"Bi?" tanyaku sambil melonggarkan pelukan kami untuk melihat wajah Bibi. Kulihat hidungnya merah dan matanya sembab dan masih meneteskan air mata. 

"Bibi nggak apa-apa, dek. Bibi cuma sedih liat dek Maureen sakit kayak gini. Selama Bibi kerja, adek Maureen nggak pernah kayak gini," ucap Bibi pelan sambil menyeka air matanya.
"Bi, Maureen nggak apa-apa, kok. Cuma sakit sedikit, bentar lagi pasti Maureen sembuh."

Aku berbohong. Tak mungkin sebentar lagi aku sembuh. Paling tidak butuh 2 minggu lagi agar kakiku pulih, itupun kalau aku sering melatih tubuhku lagi. Tapi dokter menyuruhku untuk tidak bergerak terlalu banyak karena kepalaku masih sering pusing. Luka bekas operasi pengangkatan ginjalku belum kering. Dan patah tulang di kakiku cukup parah.

"Iyah, dek. Selama dek Maureen dirawat di sini, bibi jagain ya. Anak bibi udah kerja, jadi bibi nggak jadi pembantu lagi di majikan yang terakhir," jelas bibi sambil memberikanku tas ransel berwarna pink pastel. Tasku!

Kubuka resletingnya. Isi tasku hanya baju-bajuku, beberapa novel yang pernah kubaca. Dan komik?
"Bi, ini kan komik Alex yang ada di rumah?" tanyaku sambil menunjukkan komik itu.
"Iya, dek. Tadi kan bibi ke sini dianter dek Alex. Dek Alex ke rumah dek Maureen ambil baju sama buku-buku, terus minta bibi nemenin dek Maureen di sini," jelas Bibi penuh semangat.

Bibi sudah mengasuhku sejak sebelum ayahku meninggal. Sejak ayah sakit tepatnya. Ibuku pontang-panting mencari uang ke sana kemari sampai keluar kota. Jadilah bibi mengasuhku dan merawat ayahku. Ia datang pagi dan pulang sore, setelah aku pulang sekolah, akulah yang merawat ayah. Bibi sudah seperti ibu keduaku. Tapi tetap, ibuku hanyalah ibu yang selama ini pontang-panting mencari uang untukku, bahkan sampai kuliah meski aku apply beasiswa.

Meski ibu jarang pulang, kami sering berkirim pesan dan voice call maupun video call.
"Oiyah bi, siapa yang mengantar bibi tadi?" tanyaku.
"Loh? Tadi kan bibi sudah bilang. Yang nganter bibi ke sini kan dek Alex. Dia juga yang ambil baju dan buku buat dek Maureen," jelas bibi sekali lagi padaku.

Seketika aku bingung. Bagaimana bisa aku lupa kalau aku sudah menanyakan hal barusan sebelumnya. Apa mungkin karena cedera di kepalaku?
"Dek, bibi mau pipis dulu ya. Kebelet dari tadi, dek Maureen mau tiduran dulu? Bibi bantuin," ucap bibi memecah pikiranku.
"Oh, iya. Nggak apa-apa bi, aku mau duduk dulu aja, capek tiduran terus," tolakku halus pada bibi. Memang tiduran terus membuat tubuhku ngga enak.

Pikiranku kembali mengawang-ngawang. Jujur pada saat kecelakaan, sebelum aku pingsan sepertinya, aku mendengar suara yang selama ini aku rindukan. Suara Alex yang meneriakkan namaku. Tapi yang kupikir itu hanyalah imajinasiku karena kukira aku akan meninggalkan dunia ini. Aneh rasanya mengetahui bahwa yang mengantar bibi ke sini adalah Alex.

Hanya satu hal yang kutahu, Alex sudah bahagia dengan Kania. Aku sudah tidak mencari kabar tentangnya lagi karena kupikir semuanya sudah berakhir. Alex sudah tidak mencintaiku dan dia sudah melupakanku. Maka aku pun akan berusaha melakukan hal yang sama.

Kembali kulirik tote bag yang ada di sampingku. Aku mencoba meraihnya lagi. Dapat! Barang pertama yang kulihat adalah diary-ku dan pulpen pink. Ah, aku kangen sama diary ini, batinku sambil membuka diary-ku. Aku terkesiap melihat sebuah sticky note dengan tulisan tangan cakar ayam milik Alex. Sticky note itu bertuliskan "GWS ya, Rin. -Alex-"

Sangat singkat, tapi aku seketika merasa tubuhku jauh lebih sehat. Aneh, apakah karena pemilik tulisan cakar ayam ini, atau karena ucapannya di sticky note ini? Di bawah tulisan "GWS ya, Rin." Kulihat ada 2 kata yang dicoret tebal dengan pulpen. Aku penasaran dengan 2 kata yang tercoret itu.
Deg! Tiba-tiba aku tersadar 2 hal. 

Pertama, Alex bisa jadi sudah membaca seluruh isi buku diary-ku. Kedua, aku baru bisa membaca 2 kata yang tercoret itu. "Miss you", itulah yang Alex tulis. Benarkah kamu merindukan aku, Lex? tanyaku pada diri sendiri. Pikiranku kembali terpecah saat aku mendebgar suara pintu terbuka. Rupaya bibi sudah selesai memakai toilet. Segera kututup buku diary-ku dan kumasukkan lagi ke dalam tas. 

"Dek, kamu tau ga siapa yang nyelakain kamu?" tanya bibi dengan semangat sambil mengambil kursi dan duduk di sebelahku.
"Ya, Maureen nggak tau, Bi. Maureen juga nggak minat tau, tau pun buat apa? Yang penting Maureen sembuh dulu aja," jawabku sambil membetulkan posisi dudukku.
"Dek Alex bilang sama bibi kalau pelakunya udah ketangkep loh, dek! Katanya Alex udah nuntut orangnya, dan udah minta ganti rugi, jadi biaya rumah sakit kamu, dibayar sama orang itu!" cerita Bibi penuh semangat. Yah, sebelas duabelas dengan semangat 45. 

"Alex yang cerita ke bibi?" tanyaku penasaran. Benarkah semuanya itu? Berarti Alex tahu betul aku
kecelakaan. Mungkinkah dia ada di sana waktu kecelakaan kemarin?
"Iya dong, dek. Masa bibi ngarang? Alex juga bilang supaya rahasia-in ini dari kamu loh, dek," jawab bibi dengan wajah tanpa dosa. 1.. 2.. 3.. "EEEHHHHH, BODO BIBI TEH DEK! KOK MALAH BIBI KASIH TAU KE DEK MAUREEN?!" teriak bibi histeris setelah ia membekap mulutnya sendiri. 

Spontan aku tertawa melihat tingkah bibi, juga Alex. Aku yakin Alex sudah tahu kalau bibi sering keceplosan, masih saja memberitahu rahasia padanya.
"Ahahaha, tidak apa-apa kok, bi. Alex nggak akan marah," ucapku setelah tawaku usai. Bibi mengelus dada setelah mendengar ucapanku.
"Bibi udah takut duluan, dek. Semoga dek Alex nggak marah sama bibi. Oh iya, dek Maureen masih pacaran sama dek Alex kan? Bibi heran, tadinya bibi pikir dek Alex ikutan masuk, ternyata dia nggak ikut masuk ke kamar," ucap bibi dengan wajah bingung.

"Ouh, soal itu, Bi. Maureen udah putus sama Alex," jawabku. Aku agak enggan membicarakannya karena takut bibi bertanya macam-macam padaku. Tapi toh, bibi yang selama ini mengurusku, jadi dia sudah seperti ibuku, dan aku tidak keberatan kalau bibi tahu banyak soalku.
"Ah, sayang banget dek. Tapi bibi percaya kalian bukan putus karena hal sepele kayak ABG ABG lain gitu. Putus, cuma karena hal sepele, terus yang diputusin gamau makan. Ah kayak gitu mah alay," ucap bibi sambil mengibaskan tangannya.

"Ya, begitulah, Bi," jawabku sambil membuka-buka halaman komik yang sebelumnya di pangkuanku.
"Ibu udah tau soal adek?" tanya Bibi, kali ini dengan wajah serius.
"Sudah, Bi. Katanya besok atau hari ini mau pulang, tengok aku. Tapi Maureen nggak enak, Bi. Ibu udah capek cari uang, Maureen masih aja ngerepotin dan bikin khawatir Ibu," jawabku murung. 

"Ah dek, kecelakaan mah siapa yang tau? Dek Maureen kan nggak mungkin sengaja buat ditabrak orang," ucap Bibi menenangkanku. Jam-jam berikutnya, kami isi dengan bertukar cerita, bibi juga menyuapiku saat waktunya makan.

Perhatian bibi mengingatkanku pada perhatian Alex. Dari sisi perhatian, mereka mirip sekali. Mungkin Alex perhatian karena bibi sering perhatian padanya dulu, jadi Alex menirunya. Wajar, anak orang kaya sepertinya pasti kesepian. Orang tuanya sibuk melebarkan sayap bisnis mereka, sementara anak hanya untuk penerus saja. Tapi yang kutahu, Alex tidak ingin menjadi penerus perusahaan. Ia bilang dia ingin membuat bisnis kafe & rest bersamaku. Dia bilang akulah kokinya. Aku jadi merindukannya.

Bibi bilang dia akan pulang setelah aku minum obat dan tertidur. Dan seperti biasanya karena efek obat, aku pun tertidur.
Kubuka mataku perlahan, lampu kamar menyala? Baru saja aku mau mengucek mataku, tapi tanganku seperti tertahan. Aku mencoba menarik tanganku lagi, tapi nihil. Tanganku tetap tertahan. 

Dengan kondisi kepalaku yang pusing kalau aku menoleh terlalu banyak, aku pun bersusah payah untuk duduk. Yang ada di pikiranku, mungkin Ibu atau Aldi yang menungguku bangun.
Saat aku bisa duduk dan melihat siapa yang menahan tanganku, kulihat seseorang dengan jaket hitam, yang kepalanya ditutup hoodie. Jaket hitam? Tapi jaket ini rasanya baru kulihat. Alex?! Tiba-tiba entah kenapa, aku berniat jahil padanya. Sudah lama aku tidak menjahilinya, padahal jahil sudah menjadi kebiasaanku bila dengan Alex. 

Tapi ini benarkah dia?
Perlahan kuputar tanganku yang sebelumnya dari posisi telungkup menjadi sebaliknya, kuraba wajah laki-laki ini. Kalaupun bukan Alex, seenaknya saja dia menahan tanganku! pikirku sambil memencet hidungnya. Kuhitung dalam hati berapa lama orang ini dapat menahan napas. Tiba-tiba, orang itu bangkit dari posisinya dengan napas tersengal-sengal. Gotcha!

"Maureen, kamu ngapain?!" tanya Alex sambil terus mengatur napasnya setlah aku memencet hidungnya selama 15 hitungan. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Benarkah Alex yang ada di hadapanku sekarang? Benarkah itu kamu, Lex? Perlahan air mataku jatuh. Selama sebulan lebih ini, aku bersusah-susah menghindari diri agar tidak pernah bertemu Alex lagi. Kenapa saat ini kamu yang menghampiriku? Itulah isi pikiranku.

Alex tampak ikut kaget melihatku menangis. Aku hanya menunduk sambil sesekali menyeka air mataku dan hidungku yang tiba-tiba meler ini. Tiba-tiba, Alex menyodorkan jaketnya. Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya heran.

"Kamu dulu pernah nangis di jaketku, dan jaketku jadi basah dan ada ingusnya, ehehe," ucap Alex menjawab pertanyaan yang bahkan tak kulontarkan. Aku menggeleng, menolak jaketnya, dan aku malah menekuk kaki kananku dan kaki itulah yang menjadi tumpuanku sekarang. Kutangkupkan kepalaku ke atasnya.

"Maaf aku harusnya nggak bangunin kamu. Maaf bikin kamu nangis lagi, aku pergi ya?" Aku tidak sanggup menjawab pertanyaannya karena aku sibuk mengatur napasku yang tertahan oleh ingusku.
"Duh, aku jadi kayak ngomong sama patung nangis nih," lanjut Alex lagi. Aku tidak melihatnya, tapi aku yakin Alex mengucapkannya sambil menggaruk kepalanya.

Sejujurnya, sedari tadi aku menahan diri untuk tidak memeluknya. Alex yang selalu aku rindukan tiap malam, yang selalu teringat di pikiranku saat langit penuh bintang. Alex yang masih belum kulepaskan. Ales yang masih kusayangi, bahkan perasaanku belum pudar. Saat kupikir jauh darinya adalah jalan terbaik, mungkin itu tidak benar.

"Rin?" tanya Alex. Ia kembali duduk di kursi yang sebelumnya ia duduki dan menatapku sambil menunggu aku berhenti menangis.
"Maaf," ucapnya masih dengan nada yang sama. Entahlah, aku seperti bisa merasakan semua yang Alex rasakan hanya dari suaranya. Marah, kecewa, geram, menyesal, dan. Rindu?

"Lex," akhirnya bibirku ini bisa mengucapkan sepatah kata. Namun Alex tidak menyahutiku, mungkin karena dari tadi, dia yang berbicara. "Boleh aku meluk kamu?" tanyaku dengan suara sekecil mungkin. Karena itu hanyalah permintaan bodoh. Memeluk mantan kekasih? Orang pasti berpikir aku bodoh dan gila.

Namun sepertinya Alex mendengar permintaanku, ia bangkit dari kursinya. Dan kurasakan tangannya mengelilingi tubuhku. Tak dapat kutahan lagi, aku membalas memeluknya. Sudah lama sekali aku berharap bisa memeluknya lagi. Dan aku sangat bersyukur Tuhan mengabulkannya hari ini. Kurasa, pelakunya dibebaskan pun tak apa.

 Karenanya, aku bisa memeluk Alex lagi. Meskipun mungkin hanya sekali.
"Aku udah menemukan pelakunya, Rin. Udah aku tangkep dan masukkin ke penjara. Udah aku tuntut supaya dia ganti rugi. Juga udah aku hajar," ucap Alex pelan.
"Kamu nggak perlu kayak gitu, Lex," jawabku tanpa melonggarkan pelukanku padanya. 

"Nggak, Rin. Aku harus, karena aku pernah janji sama kamu, kalau akulah superhero kamu. Inget kan?" Alex kini melonggarkan pelukannya padaku dan menjauhkan tubuhnya dariku. Tapi tangannya kini menggenggam kedua tanganku.
"Aku masih sa-" Tiba-tiba ucapan Alex terputus karena suara pintu kamarku yang terbuka. Sontak kami berdua menatap ke arah pintu. Aldi?!

Aku masih menatap ke arah pintu, tapi kurasakan Alex menarik tangannya dari tanganku. Aldi hanya diam tak berkutik di pintu melihatku bersama Alex di kamar. Aku menoleh ke arah Alex dan melihatnya memakai jaket hitamnya, dan berjalan menuju pintu. Tanpa mengucapkan apa-apa lagi padaku kecuali lambaian tangan kecil yang ia tujukan padaku.

"Jagain Maureen ya, Bro," ucap Alex singkat lalu berjalan keluar. Klik, kudengar kini pintu kamarku sudah tertutup. Dan meninggalkan hanya aku dan Aldi di kamar dengan kondisi canggung.

Kamis, 14 September 2017

Penampilan cewek yang disukai cowok saat nge-date

September 14, 2017 2 Comments
Hasil gambar untuk dating
Haloo hari ini mimin bakal kasih tips buat penampilan cewek-cewek waktu diajak cowoknya atau gebetannya ngedate lets check this out! 

1. Make up natural
Kalian bisa menggunakan atau tanpa menggunakan make up. Tapi, sebaiknya gunakan make up yang natural biar lebih keliatan feminim. Biasanya dengan penampilang 'bermake-up' akan menampilkan sisi lembut dan manisnya kamu, but, jangan pakai make up yang berlebihan yah guys, karena itu ga akan membuat cowok kamu makin suka tapi justru membuat kamu ga tampil apa adanya.
Mimin kasih contoh make up natural menurut mimin:
Hasil gambar untuk korean makeup

Hasil gambar untuk korean makeup

Biasanya dasar yang benar-benar bisa kamu gunakan adalah bedak, lipstik, eyeliner, dan shadow. Pilihlah shadow yang ga mencolok yah..

2. Menata Rambut
Penampilan yang kamu harus perhatikan kedua adalah rambut. Menata rambut maksud mimin disini adalah jangan sampai rambut kamu terlihat berantakan dan tidak rapi. Usahakan membuat rambutmu terlihat rapi dan tidak acak-acakan. Berikut tatanan rambut yang mudah dan tidak memakan banyak waktu yang bisa kamu coba.
Hasil gambar untuk tatanan rambut

Hasil gambar untuk tatanan rambut

Hasil gambar untuk rambut hasil jedai

3. Pilihlah outfit yang sesuai
Next, pilih outfit yang sesuai dengan tempat date kamu, contohnya, kalau kamu mau ke cafe romantis, pakailah baju yang mendukung suasana. Ini sebenarnya sesuai dengan pribadi masing-masing orang. Tapi, mimin akan memberikan beberapa opsi outfit yang cocok untuk kamu :

Casual Outfit
Hasil gambar untuk outfit tumblr

Hasil gambar untuk outfit tumblr

Hasil gambar untuk casual outfit

Hasil gambar untuk ootd tumblr

Classy


























Paduan dress dan kemeja bisa jadi cocok untuk kamu

Hasil gambar untuk classy ootd

Hasil gambar untuk ootd tumblr

itulah 3 tips dr miminn, dont forget to share to your friends


Rabu, 13 September 2017

A.M. Diary - Alex story Day 32 (part 2)

September 13, 2017 10 Comments

Previous part.. 
http://sorelatablelove.blogspot.co.id/2017/09/am-diary-alex-story-part-1.html?m=1
.
.
Baru kali ini aku menginjakkan kaki ke kantor polisi. Penampilanku memang agak bangor, tapi bukan berarti aku suka berulah sampai digiring polisi. Seorang polisi berjalan di depanku, menunjukkan jalan ke ruang interogasi. Aku celingak-celinguk, kantor polisi ini cukup sepi, mungkin karena malam hari.

Baru saja beberapa langkah aku mengikuti petugas polisi itu, kudengar sebuah percakapan singkat.

"Lapor pak! Ini tersangka atas kecelakaan tadi siang. Sudah kami interogasi," ucap sang polisi pada seorang polisi lain, yang jabatannya pasti di atas polisi itu. Kulirik sekilas ke arah orang yang mereka sebut tersangka. Mataku terbelalak kaget menyadari orang itu adalah Donny! Sialan!

Napasku memburu menahan emosi. Sudah kuancam agar dia tidak mendekati Maureen lagi. Berani-beraninya dia mencelakai Maureen sekarang. Aku masih terus berusaha menahan emosi, kupercepat langkah kakiku agar menyamai polisi di depanku.
"Pak, apakah dia tersangka dari kecelakaan yang melibatkan saya sebagai saksi?" tanyaku.
"Iya, dia tersangka utamanya. Tapi kami menduga ada seseorang di baliknya," jawab polisi itu singkat. Aku terdiam. Kuhentikan langkahku. Seseorang di balik kecelakaan ini? pertanyaan itu muncul di pikiranku. Perlahan kulangkahkan kakiku mendekati Donny.

DUAAAGHHHH!!! Kutendang wajah Donny. Seketika Donny tersungkur dan tangannya yang terborgol di depan menutup wajahnya. Kalap, kutonjok lagi Donny dengan sekuat tenaga. Biar dia tahu rasa sakit yang Maureen rasakan. Baru saja aku mau melancarkan pukulanku yang entah sudah ke berapa kalinya, para petugas polisi meringkusku dan segera menjauhkanku dari Donny.

"Heh kamu! Siapa yang memperbolehkan kamu berlaku seperti itu!" amuk sang polisi setelah memborgol tanganku. Sial! Dia pikir aku ini apa?! Sampai-sampai tanganku diborgol begini. Aku hanya menunduk, kalau kutanggapi, bisa-bisa gawat. Tapi aku pun sadar, agak percuma aku menghajar Donny. Tapi asalkan dia tau rasa sakit yang Maureen rasakan, aku sedikit lega.

Selama 1½ jam aku diinterogasi, perutku sudah sangat keroncongan. Bahkan para polisi itu tidak membiarkanku istirahat barang 5 menit untuk menghirup udara. Alhasil, aku keluar kantor polisi tanpa tenaga. Aku berjalan lemas, mencari tempat makan yang murah meriah. Isi dompetku langsung terkuras karena urusan administrasi ke rumah sakit.

Kulihat ada pedagang seblak dan pedagang makanan lainnya yang terkumpul di satu pujasera. Ingatanku langsung melayang ke masa-masa dulu. Senyum kecil tergurat di bibirku. Aku tiba-tiba teringat waktu Maureen sakit batuk, kularang dia waktu itu supaya tidak makan seblak. Tapi Maureen tetap bandel dan makan seblak kesukaannya. Kucubit hidungnya sampai dia mengaku kalau dia makan seblak. Ah, kalau saja kamu ada di sini, Rin. Pasti kamu udah lari-lari sambil narik aku buat beli seblaknya, kan?

Kulangkahkan kakiku untuk membeli seblak. Sampai sekarang, aku belum pernah mencoba yang namanya makan seblak. Penasaran seperti apa rasanya sampai-sampai Maureenku tergila-gila padanya. Sambil menunggu seblaknya tiba, aku menyeruput jus mangga. Cukup untuk mengganjal perut, tapi tentu saja dengan keadaan dari pagi sampai malam belum makan, tentu perutku masih minta diisi full tank.

Kulemparkan pandanganku pada sekelilingku. Hampir semua orang yang di sini datang bersama kekasihnya, dan beberapa di antaranya datang bersama keluarga ataupun teman. Hanya aku yang datang sendiri. Keliatan banget ya jomblonya, pikirku sambil mentertawai diri sendiri. Padahal dulu rasanya pergi kemana-mana, selalu ada Maureen yang menemaniku.

"Silakan mas, seblaknya," ucap bapak pedagang seblak sambil menaruh mangkok berisi seblak di hadapanku.
"Makasih pak," ucapku singkat. Lalu merapal doa sebelum makan. Kusuapkan seblak yang warnanya agak merah. Memang enak! Panas, gurih, asin, pedas, rasa kencurnya pun pas. Ah pantas saja kamu suka banget sama seblak ya, Rin, batinku dalam hati sambil menyuapkan seblak ke mulutku.

Sebelum aku kembali ke rumah sakit, aku memilih untuk pulang. Ganti baju. Memang saat di kantor polisi, polisi memberikanku baju ganti, hanya kaus dan celana lusuh. Aku agak kurang nyaman memakainya, sekaligus mau kumasukkan ke mesin cuci bajuku yang tertutup darah.

Setelah selesai semua urusanku di rumah, aku pergi ke rumah Maureen. Dulu aku lupa mengembalikan kunci rumah Maureen padanya saat kami putus. Kubuka pintu pagarnya, agak berderit.

"Kamu udah jarang ngasih minyak ke engselnya ya, Rin," ucapku pelan sambik tersenyum kecil. Pagar ini, warnanya masih sama. Warna biru muda, dulu aku dan Maureen mengecatnya bersama-sama. Kulanjutkan langkahku masuk ke dalam rumah, mungkin memang lancang. Tapi dulu, aku malah sering melompati pagar rumah Maureen karena pagarnya pendek.

Semuanya masih sama, sofanya dan bantal cussionnya masih sama. Gordennya sepertinya baru diganti Maureen dengan gorden baru. Semuanya masih tampak sama, bahkan kipas angin di ujung ruang tamu masih di sana, rak berbentuk seperti pohon yang dulu kubuat untuk Maureen menaruh novel-novel koleksinya. Aku juga menitipkan beberapa komik Naruto-ku di rak itu. Dan semuanya, masih tertata rapi.

"Terlalu banyak kenangan di sini ya, Rin," ucapku seolah-olah Maureen ada di sebelah kananku. Aku masuk ke kamar Maureen, kuambil beberapa helai baju dari lemarinya. Tercium wangi pewangi baju dari lemari Maureen, wangi yang selalu kucium sewaktu berada di dekatnya. Kulirik meja belajar Maureen, dan kini mataku mendapati sebuah buku notes dengan cover colourfull.

Entah inisiatif dari mana, kuambil buku itu. Kubaca tulisan kecil yang ada di covernya.
"Ah, jadi aku gagal membuatmu membenciku ya, Rin? I still love you too, Maureen," ucapku pelan sambil mengusap-usap cover buku itu, menghilangkan debu yang menempel. Kumasukkan semua baju yang tadi kuambil dari lemari Maureen ke dalam tote bag yang kutemukan di tepi kasur. Kumasukkan pula buku notes Maureen dan pulpen, barangkali kalau ia sudah sadar, ia ingin menulis sesuatu.

"Cuma kamar ini yang berantakan ya, Rin," ucapku pelan lagi-lagi sambil membayangkan Maureen ada di sebelahku. Kukunci pintu kamarnya dan kulangkahkan kakiku ke ruang tamu. Kukunci semua pintu dan pagar. Segera kupacu motorku ke rumah sakit.

Kulirik jam tanganku setibanya di rumah sakit. Sekarang jam 11 malam. Oke, sudah larut ternyata. Rumah sakit pun sudah agak sepi, hanya beberapa kali kulihat suster jaga malam berseliweran. Aku agak bimbang saat akan memutar hendel pintu kamar Maureen. Dari balik kaca kulihat ada seseorang yang sedang memegang tangan Maureen. Dan orang itu adalah Aldi.

Aku menarik napas perlahan, lalu membuangnya, dan memutar hendel pintu. Apapun yang terjadi, aku hanya ingin mengantar baju dan buku Maureen. Itu saja. Ternyata Aldi tertidur si samping Maureen. Entah sudah berapa lama Aldi menemani Maureen. Kutaruh tote bag yang kubawa di meja sebelah kasur Maureen.

Kulihat tangan Aldi menggenggam tangan Maureen erat, seperti aku menggenggam tangan Maureen tadi.

"Sekarang, sudah ada orang lain yang menggenggam tangan kamu ya, Rin. Semoga Aldi orang baik, dan dia nggak bakal nyakitin kamu," bisikku pelan di samping Maureen. Kuelus rambutnya, "See you again Maureen, I really miss you."

Seusai kuucapkan salam perpisahanku yang entah berlaku sampai kapan. Aku keluar dari kamar Maureen.


Ps : nanti ada lagi kok Alex story-nya, eheheheh.. Ditunggu aja yaaa..
Love, mimin

Senin, 11 September 2017

A.M. Diary - Alex Story Day 32 (part 1)

September 11, 2017 4 Comments
Hari ini, sangat menyebalkan. Tugasku ditolak oleh dosen hanya karena telat setengah jam dari deadline! Kuakui memang salahku. Tapi yang benar saja! Aku sudah berlari-lari ke ruang dosen demi mengumpulkan tugas itu.

Dan alasanku hari ini terlambat adalah Kania! Sial! teriakku dalam hati, merutuki nasib burukku hari ini. Kalau saja bukan karena Kania mempunya ide bodoh untuk membawa mobil ke kampus, tentu aku tidak akan terjebak macet dan akan tiba di kampus lebih cepat. Kalau dengan motor tentu bisa nyelip sana sini.

Kulalui sisa hari ini dengan cemberut. Tak peduli bagaimana pandangan orang padaku hari ini. Teman-teman dekatku di kampus memang menyadarinya, mereka berusaha menghiburku, tapi tetap saja. Semua usaha mereka sia-sia. Saat ini, aku hanya ingin dihibur oleh Maureen. Mungkin dengan melihat wajahnya saja, moodku akan langsung melejit dari bad mood menjadi SUPER DUPER GOOD MOOD.

Kulangkahkan kakiku dengan malas ke arah parkir mobil kampus. Kulihat di sana Kania sudah menungguku. Kalau saja kemarin aku menolak ajakan Kania untuk menemaninya ke toko buku, pasti aku sekarang berada di tempat favoritku. Taman kampus, pohon besar tempat aku dan Maureen dulu sering bercanda, mengerjakan tugas, makan bersama. Kania melemparkan kunci mobilnya tepat ke arahku. Spontan kutangkap kunci mobilnya, lalu membuka pintu mobil.

Saat kulihat Kania sudah duduk manis di kursinya, aku menyalakan mobil.
"Kita ke toko buku biasa ya," ujar Kania dengan nada bicaranya yang membuatku gemas. Manja-manja seperti gadis yang tidak mandiri. Memang kuakui Kania baik, kebaikannya sebelas duabelas dengan Maureen. Namun semakin ke sini, semakin Kania menunjukkan sifat aslinya, semakin aku malas dengannya.

Tapi terpaksa aku masih meladeni Kania karena aku berhutang budi cukup banyak padanya. Kulihat dari maps, kalau jalur yang biasa kulalui untuk ke toko buku macet, segera kuputar setir untuk melalui jalur lain.

"Lex, kok kita lewat jalur ini?!" tanya Kania tiba-tiba dengan ekspresi panik.
"Loh, kenapa? Lewat jalur biasa macet, gua males kalau macet," jawabku santai sambil melirik handphoneku yang menunjukkan jalan lewat aplikasi maps.
"Tapi kan. Kita nggak buru-buru. Nggak apa-apa kan kalau macet?" tanya Kania lagi.
"Gua nggak suka macet, Kania. Jadi kalau lu mau bermacet-macet ria, boleh. Tapi jangan ajak gua," responku malas. Mengapa Kania ini lama-lama sangat bertolak belakang dengan Maureen? Kupikir kalau sahabat biasanya sifatnya mirip-mirip. Kania tidak lagi memprotes, tapi kini ia sibuk dengan handphonenya. Sepertinya ia menghubungi seseorang.

Kulajukan mobil Kania ke arah perempatan, setelah perempatan ini, tinggal belok ke kanan. Sudah sampai di toko buku. Kania semakin lama semakin gemas dengan handphonenya. Mungkin orang yang mau ia hubungi tidak dapat dihubungi? pikirku sambil mengetuk-ngetukkan jari ke setir.

Kulihat, sebentar lagi kami akan tiba di perempatan. Dan lampu lalu lintas menunjukkan kalau lampu hijau tinggal berlangsung 10 detik lagi. Tidak akan sempat, pikirku. Tapi aku tetap menyetir dengan cepat untuk mendapatkan baris paling depan. Kupelankan mobil yang kukendarai saat lampu sudah berubah menjadi warna kuning. Dan, tepat seperti perkiraanku, mobil ini ada di baris paling depan.

Sialnya, tak sampai tiga detik kemudian, motor-motor di belakangku menyusul dan memenuhi space kosong di jalan. Aku hanya melengos sambil mengambil handphoneku. Belum sempat aku fokus dengan handphoneku, kulihat Maureen di sisi kanan jalan, sepertinya ia mau menyeberang. Mungkinkah Maureen akan ke toko buku yang sama seperti yang aku dan Kania tuju?

Spontan saja, cemberut yang dari pagi betah di wajahku seketika hilang, tergantikan dengan senyum yang sangat lebar. Memang benar, saat ini memang hanya Maureen yang mampu menjadi mood booster-ku.
Maureen kini berjalan sambil mengangkat tangan kirinya, memberikan kode agar para pengendara berhenti dan membiarkannya lewat. Baru saja aku hendak membuka jendela mobil, tiba-tiba tanpa kusangka, sebuah mobil jazz melaju dengan sangat cepat di sebelahku.

Mataku seketika membulat. Sontak kuteriakkan nama yang selama ini masih terukir di hatiku.
"MAUREEENNN!" Aku tidak tahu sekeras apa aku berteriak. Aku hanya berharap Maureen mendengarnya. Namun sepertinya teriakkanku sia-sia. Aku baru saja mengedipkan mata, namun suara sesuatu tertabrak yang sangat keras sudah mendapai telingaku. Saat mataku terbuka, tubuh Maureen sudah mental di hadapanku.

"SIALAN!!" makiku lalu segera aku membuka pintu mobil, mengejar tubuh Maureen yang terpental akibat tabrakan mobil tadi. Aku tidak peduli dengan yang lain. Yang kupedulikan hanya Maureen. Tubuh Maureen terlempar agak jauh, bahkan sampai ke seberang jalan. Segera kurengkuh tubuhnya dengan gemetar. Aku tidak berani memeluknya erat-erat. Nanti dia semakin terluka. Semakin lama, semakin banyak orang mengerumuni kami. Dengan gemetar, tanganku mengetik nomor untuk memanggil ambulans.

Namun yang ada, handphoneku terlepas dari genggaman tanganku. Spontan aku berteriak meminta bantuan siapa aja untuk memanggil ambulans secepatnya. Seorang wanita berbaik hati membantuku, ia mengaku bahwa ia medis dan membantu merebahkan Maureen sambil memeriksa Maureen singkat dan memberikan napas buatan. Aku hanya memandangi wanita itu. Berharap bahwa ia memang benar biasa menjadi tenaga medis.

Kulongokkan kepalaku ke jalanan. Tapi mobil jazz tadi sudah hilang ditelan bumi. Sebelumnya kulihat beberapa orang meneriakinya agar berhenti. Tapi teriakan itu sepertinya tidak cukup keras untuk menghentikannya. Tabrak lari, sialan! Pengecut! Gua bakal nemuin lo! janjiku sambil kembali menatap Maureen yang masih tergeletak.

Tak kupedulikan sudah berapa banyak air mata yang jatuh dari mataku. Tak pernah kubayangkan melihat Maureen tertabrak seperti ini, bahkan terpental dan terluka sehebat ini. Syukurlah sesaat kemudian ambulans datang. Sempat kulirik sebentar ke arah mobil Kania yang kutinggalkan. Kulihat ekspresi cemberutku tadi sekarang berpindah ke wajah Kania.

Sebuah tanda tanya besar mencuat di otakku, Maureen kan sahabat Kania, saat ini Maureen kecelakaan parah! Tapi wajahnya malah kesal? Bahkan Kania tidak panik dan berusaha menolong sama sekali? Pertanyaan itu terus berputar di pikiranku, tapi aku segera mengenyahkan pikiran itu dan mengikuti tubhh Maureen yang ditandu masuk ke ambulans.

Sepanjang perjalanan, aku terus menerus memanggil nama Maureen, bahkan aku tidak tahu sudah berapa kali aku memanggilnya. Sejujurnya, aku takut melihat Maureen dengan darah bercucuran dari kepala dan badannya. Selama aku dengannya selama ini, tak pernah kubiarkan Maureen terluka, apalagi berdarah sampai sebanyak ini.

Oh Tuhan! Tolonglah Maureenku. Siapapun yang berani mencelakainya akan kuhabisi, siapapun itu. Dalam hati aku terus merapal doa yang sama. Setibanya kami di rumah sakit, para medis segera mendorong troli kasur Maureen ke ruang UGD.

Saat aku hendak mengikutinya, seorang petugas rumah sakit menghentikanku dan memintaku untuk mengurus administrasi sebentar. Sial! Di saat situasi seperti ini, masih haruskah mengurus administrasi yang sangat ribet itu? Takut aku tidak membayar? Yang benar saja! Tapi karena ini rumah sakit dan aku tidak mau mencari ribut, terpaksa kuikuti petugas itu dan dengan cepat-cepat, kuurus semua administrasinya. Untunglah dompet dan tas Maureen ada padaku sehingga keperluan seperti KTP dan kartu mahasiswa bisa kuserahkan.

Setelah urusan maha menyebalkan itu selesai, aku segera berlari ke ruang UGD. Ternyata Maureen sudah dipindah ke ruang rawat dan sedang diperiksa, dan tentu saja aku tidak bisa masuk ke ruang itu. Terpaksa aku menunggu di kursi panjang sambil menatap lalu lalang para dokter, suster, pasien, maupun keluarganya. Mereka semua menatapku dengan tatapan yang sama. Bingung bercampur ngeri.

Aku mengerti. Dengan baju dan celana yang hampir seluruhnya tertutup warna merah darah, aku memaklumi tatapan mereka. Bahkan sejujurnya aku sudah bosan. Aku berdiri dan melongok dari kaca. Kurasa dokter dan suster sedang membersihkan luka Maureen, melakukan tes, dan melakukan operasi kecil. Entahlah aku kurang mengerti soal kedokteran. Dan kulalui satu setengah jam ini hanya di depan ruangan Maureen. Entah sudah berapa kali aku bolak-balik dari posisi duduk lalu berdiri, mengintip kinerja para dokter, lalu duduk lagi. Mataku sudah sangat berat dan ingin tidur, tapi otakku tidak. Kejadian tadi masih terus terbayang dalam pikiranku.

Setelah empat jam aku menunggu, para dokter dan suster keluar dari ruangan. Aku segera mengokohkan tubuhku dan menghampiri mereka. Sang dokter mengisyaratkanku untuk mengikutinya sebentar. Rasanya tak rela meninggalkan Maureen, tapi meskipun aku memaksa, aku tahu aku tidak bisa masuk walau hanya untuk melihat Maureen untuk saat ini.

"Jadi, kamu siapanya?" tanya sang dokter sambil mengaktifkan laptopnya.
"Saya..." aku terdiam sejenak. Aku ini siapanya? Tidak mungkin aku berkata kalau aku ini pacarnya? Secara status kami sudah tidak pacaran. Apalagi kalau aku bilang bahwa aku ini mantannya. "Saya Alex, saya ini kakaknya," itulah keputusan terbaik yang muncul di kepalaku.
"Baiklah, saya mau menunjukkan sesuatu," ucap sang dokter lalu meraih pulpennya, dan mengarahkan ke layar laptopnya. Kulihat gambar hasil ronsen tubuh Mauren dari pinggang ke batas leher.
"Kamu lihat? Saya menduga saudari Maureen ini kecelakaan dari sebelah kiri. Ginjal kirinya pecah akibat tabrakan tadi. Saya dan suster sudah mengangkatnya. Sesuai dengan surat yang kamu tanda tangani tadi, karena ini kondisi darurat, kami melakukan operasi dadakan. Namun kami hanya mampu mengangkat ginjal Maureen, dan belum menemukan donor pengganti ginjalnya. Kedua," sang dokter memperlihatkanku gambar lain, kini gambar tulang kakinya. "Lagi-lagi bagian kiri, tulang betis dan tulang kering Maureen patah. Patah tulang ini dapat sembuh dalam beberapa minggu, sesuai dengan kondisi tubuh Maureen. Dan satu lagi," kini sang dokter memperlihatkan padaku hasil ronsen kepala Maureen.

"Bersyukurlah luka di kepalanya tidak terlalu parah. Maksud saya tidak separah luka lainnya. Ada retakan kecil di kepalanya, kalau boleh saya tanya, apakah saudari Maureen jatuh dengan kondisi kepala terlebih dahulu?"

Aku masih mencerna semuanya. Maureenku, terluka sangat parah. Dokter itu berbohong, 3 luka dalam di satu tubuh?! Tentu saja semuanya luka parah!
"Saya tidak melihatnya.." jawabku pelan. Sudah tak lagi kutahan air mataku yang jatuh. Sang dokter berinisiatif memberikan tisu padaku.

"Saya masih harus melanjutkan penjelasan saya. Kami semua akan berupaya agar saudari Maureen bisa sembuh total. Saudari Maureen sudah masuk ke daftar nama orang yang membutuhkan donor ginjal, namun saya tidak tahu kapan akan terpenuhi. Alangkah baiknya jika saudara Alex membantu mencarikan donor untuk saudari Maureen," jelas sang dokter. Aku hanya mengangguk pasrah. Sejujurnya bukan pasrah, tetapi lemas. Fisikku lemas, pikiranku seperti mandeg.

"Saya akan terus memberitahukan kabar terbaru soal adikmu ini, boleh saya minta nomor teleponmu atau nomor telepon orang tuamu agar bisa saya hubungi secepatnya?" Lagi-lagi aku hanya menggangguk, mengambil pulpen yang disodorkan oleh sang dokter, dan menulis nomor teleponku serta nomor telepon mamanya Maureen. Sang dokter tampak mrnyimpan kertas berisikan nomor telepon tadi ke dalam folder dokumennya, dan mempersilakanku untuk ke ruang rawat Maureen.

Aku berjalan lemas. Rasanya otot-otot di kakiku sudah tidak bertenaga. Hanya tulang kakiku yang masih menopang tubuh ini. Aku rasanya bukan berjalan, tapi menyeret paksa kakiku. Semuanya begitu mendadak rasanya. Semua emosi tercampur di hatiku. Marah, geram, kaget, khawatir, bingung, pasrah, dan. Takut kehilangan.

Aku memutar hendel pintu dengan sangat perlahan. Aku takut membangunkan Maureen, meski kutahu dia belum siuman. Perlahan kuambil kursi lipat dan menaruhnya di samping kasur Maureen. Kugenggang tangan kecilnya. Tangan yang selama ini aku rindukan. Selang-selang berjuntai, memberikan bantuan oksigen untuknya, hanya untuk sementara ini. Kutatap wajahnya yang terbaret-baret akibat terpental tadi.

Pipinya kini ada bekas luka, pipi yang dulu sering kucubit saking gemasnya. Rambutnya terjuntai panjang, memang rambutnya terikat dan sedikit acak-acakan. Matanya yang dulu selalu menatapku dengan tatapan penuh sayang, kini terpejam erat, seolah enggan membuka meski hanya untuk melihatku yang kini duduk termangu di sampingnya.

"Rin, ini aku. Maaf aku terlalu banyak nyakitin kamu," ucapanku terhenti seketika. Aku segera menghapus air mataku yang jatuh. Aku bukanlah tipe laki-laki yang suka menangis, ataupun membuat seorang wanita menangis. Tapi kali ini, air mataku tak dapat kubendung lagi.

"Rin, aku masih sayang kamu. Masih bener-bener sayang kamu." Genggaman tanganku semakin erat, meski genggaman ini tak berbalas. "Aku bodoh, malah ninggalin kamu karena aku egois. Cuma karena aku sakit, tapi aku milih ninggalin kamu supaya kamu nggak sedih kalau aku pergi."

Kuusap kembali mataku yang tak tahan membendung air mata. Aneh rasanya, belum pernah aku menangis seperti ini sebelumnya. Aku kembali menegakkan kepalaku, menatap kembali wajah Maureen yang tampak sangat tenang.

"Rin, kalau kamu dengar suara aku. Aku cuma mau bilang kalau aku sayang kamu. Dan aku nggak bohong, -"

Tiba-tiba kudengar suara ketukan pintu. Terpaksa kulepaskan genggaman tanganku pada Maureen, dan beranjak dari kursiku. Perlahan kuputar hendel pintu, mataku terbelalak mendapati beberapa petugas polisi di hadapanku.

"Permisi, saudara Alex? Kami ingin Anda ikut ke kantor polisi sebagai saksi dari kecelakaan ini. Beberapa saksi mata lain sudah kami interogasi dan kami sudah menemukan tersangka utamanya," seorang polisi bertubuh gagah dan suara nge-bass berbicara padaku. Aku masih terpaku di tempatku. "Kami mohon agar saudara Alex bekerja sama dengan kami," ucap sang polisi lagi. Seketika aku baru menyadari kalau polisi itu berkata bahwa mereka sudah menemukan tersangka utama.

Akan kuhajar kau sampai sekarat! gumamku dalam hati sambil mengangguk pada polisi itu.
"Sebentar pak, saya mau mengambik tas dulu," ucapku lalu kembali masuk ke kamar Maureen. Kuraih tasku lalu berpamitan pada Maureen.
"Rin, aku pergi dulu sebentar. Aku mau menghajar orang yang nyakitin kamu, jaga diri kamu ya," pamitku pada Maureen.

To be continued...
Pesan Mimin : Sebentar lagi UP lagi kok, ehehehe.. Biar ngga kepanjangan jadi mimin bagi 2

Stay tune on A.M. Diary <3